Friday, December 9, 2016

URGENSI PEMBENTUKAN MK DI INDONESIA

0 komentar

Ditinjau dari :
     1.    Ketatanegaraan
Yaitu sebagai mekanisme ”check and balance” dalam system ketatanegaraan Indonesia.

Di Indonesia, berdasarkan UUD 1945 yang belum diamandemen ditentukan Lembaga Negara yaitu : Lembaga Tinggi dan Tertinggi. Pada masa setelah amandemen, ada ketidakjelasan tugas dan wewenang antar lembaga Negara.


Ex :
-          Presiden – DPR ( dalam hal membuat UU )
-          Presiden – MPR ( sengketa pada pasal 3 ayat 2 dan 3 UUD 1945 )
-          Presiden – BPK ( mengaudit keuangan Negara )

MK sebagai lembaga khusus untuk melakukan yudisial review dalam system ketatanegaraan. Sebelum amandemen, yudisial review adalah :
-          MPR = menguji UU
-          MA = menguji peraturan

Banyak yang tidak setuju tentang kewenangan MPR tersebut, untuk tersebut maka dibentuk MK yang berperan untuk melakukan yudicial review :
-          Menguji UU terhadap UUD
-          Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara
-          Hal lain yang berhubungan dengan konstitusi dan ketatanegaraan di Indonesia.

Berdasarkan tersebut, pembentukan dan keberadaan MK adalah sangat dibutuhkan di ketatanegaraan Indonesia, karena akibat telah terlalu banyaknya peraturan yang menyimpang / tidak sesuai dengan perundang-undangan yang lebih tinggi terasuk konstitusi, sedangkan belum ada suatu badan yudisial yang khusus berperan melakukan yudicial review dalam ketatanegaraan Indonesia.
Sehingga membuka peluang bagi penguasa untuk membuat Perundang-undangan yang hanya berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya dan atau menafsirkan perundang-undangan yang ada menurut interprestasi yang menguntungkan penguasa tersebut, maka keberadaan lembaga yudikatif yang melakukan yudicial review terhadap perundang-undangan mulai dari UU dan peraturan lain dibawahnya, sangat dibutuhkan dalam ketatanegaraan Indonesia.

Tap MPR No. VII/MPR/2000
 TNI dan Polri berada dibawah Presiden ( pasal 3 ayat 2 dan pasal 7 ayat 2 )
-            Pasal 3 (2)
“ TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR “

-            Pasal 3 (3)
“ Kepolisian Negara Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Kepolisian RI yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR “

-            Pasal 7 (3)
“ ketetapan ini memerintahkan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketetapan ini diatur dengan UU”

2.    Praktek Ketatanegaraan
Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini ada beberapa praktek ketatanegaraan yang menyimpang :
a.       Maklumat Wapres No. X / 1945 yang Diktum berbunyi :
Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislative dan menerapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan. KNP sehari-hari berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNP”.

Maklumat tersebut, telah mengurangi kekuasaan Presiden yang semula pada pasal IV aturan peralihan UUD 1945 adalah :
Sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD, segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah KNP”.

Dengan adanya maklumat tersebut, telah mengakibatkan terjadi pengurangan kekuasaan Presiden dengan tanpa mengubah ketentuan pasal IV aturan peralihan baik secara langsung maupun amandemen.

b.      Maklumat Pemerintah 14 November 1945
Merupakan tindakan yang akan mengadakan pembaruan terhadap susunan cabinet yang ada ( cabinet Presiden/Kabinet I ) maka diumumkan menteri-menteri dalam cabinet baru.

Kalau semula, cabinet berada dibawah Presiden, maka cabinet baru dibawahi oleh suatu dewan yang diketuai PM ( Sutan Syahril ).

c.       Dekrit Presiden 5 Juli 1959
d.      Supersemar

Supaya tidak ada penguasa otoriter dan Tirany serta penyimpangan-penyimpangan maka untuk itu diperlukan lembaga yang dapat menjaga penyelenggaraan Negara tetap berpijak pada konstitusi dan menghormati hak.
MK adalah lembaga yang relevan untuk hal tersebut, adapun Visi dan Misi MK sebagai berikut :

Visi :
Tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita Negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang martabat”.

Misi :
1.      Mewujudkan MK sebagai kekuasaan kehakiman yang terpercaya.
2.      Membangun konstitusi Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi

Contoh Kasus
Pasal 31 UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat :
“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan profesi sebagai advokat dan seolah-olah sebagai advokat sebagaimana diatur dalam UU ini, dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah )”.


Akibat UU tersebut, muncul gugatan dari masyarakat umum ke MK yang menurut mereka melanggar hak konstitusi untuk menjadi penyuluh hukum.

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan