BAB I
PENDAHULUAN
Di bidang ekonomi, negara kita Republik
Indonesia mencapai hasil-hasil yang mengesankan dengan diundangnya modal asing
untuk melakukan investasi dan semakin menggiatnya perdagangan internasional,
meningkat pula hubungan Indonesia dengan pihak luar negeri. Menurut kenyataan,
untuk sementara waktu Indonesia masih memerlukan penanaman modal asing dalam
berbagai bidang industri dan kehidupan ekonomi lainnya. Makin meluasnya
perdagangan internasional dan penanaman modal asing di negara kita ini, makin
banyak titik-titik taut dengan sistem-sistem hukum dari luar negeri.
Lalu lintas hukum yang bersifat
internasional yakni yang melintasi batas-batas wilayah nasional (National
Boundaries) semakin bertambah sebagai akibat yang wajar dari perkembangan
tersebut.
Kenyataan ini memaksakan kita pula untuk
dalam rangka pembangunan Hukum Nasional selanjutnya menyesuaikan sistem hukum
kita dengan standar-standar internasional.
Dengan demikian akan diciptakan iklim
hukum yang “favorable” untuk bertambahnya penanaman modal asing yang masih
diperlukan, akan bertambah pula kegiatan-kegiatan perdagangan internasional dan
dipercepatnya stabilitasi ekonomi di negara kita.
Masyarakat di tiap-tiap negara
membutuhkan suatu pengertian hukum yang memungkinkan bahwa dalam
perhubungan-perhubungan hukum di masyarakat, tidak hanya orang perseorangan
(individu) saja mempunyai hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban
hukum, melainkan juga suatu badan yang tidak bersifat dan berkepentingan
perseorangan. Oleh karena badan hukum ini adalah ciptaan hukum suatu negara dan
tiap-tiap negara tentulah berdaulat untuk meuwujudkan hukum itu, maka tidaklah
aneh apabila ada perbedaan antara peraturan-peraturan perihal badan hukum di
pelbagai negara.
Badan hukum dalam hukum perdata di
Indonesia dapat berupa suatu kumpulan orang-orang (Korporasi) atau suatu harta
benda atau perusahaan yang tertentu (yayasan, stichting).
Oleh karena badan-badan hukum ini melakukan pelbagai
perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia, maka dapatlah tercipta perhubungan
hukum antara badan hukum dari suatu negara dan badan hukum negara lain.
BAB
II
PERMASALAHAN
Bagaimanakah
perlindungan terhadap pemegang saham asing pada PT. Toba Pulp Lestari tersebut
?
BAB
III
PEMBAHASAN
Badan hukum adalah suatu badan yang memiliki harta
kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya yang dianggap sebagai subjek hukum
yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung
jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban seperti yang dimiliki oleh
seseorang.
Badan Hukum Perdata Internasional, Prof. Sudargo
Gautama, SH menggolongkan badan hukum menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
1.
Badan hukum yang mempunyai suatu
kehidupan tersendiri sebagai subjek hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban
perdata yang meliputi :
a. Badan
hukum publik, mis : negara, kota atau organisasi hukum publik lainnya yang
didirikan oleh negara sebagai suatu badan hukum tersendiri.
b. Asosiasi-asosiasi
yang bersifat perdata dan bertstatus badan hukum (incorporated), mis :
koperasi, Perseroan Terbatas, termasuk yayasan-yayasan perdata atau privat
foundation.
2.
Asosiasi-asosiasi yang tidak berbadan
hukum (Un-incorporated association) yang dalam praktek HPI juga seringkali
diberlakukan sebagaimana layaknya suatu badan hukum yang meliputi persekutuan
perdata pada umumnya. Dalam kelompok ini termasuk persekutuan -persekutuan
perdata yang tidak mengejar keuntungan seperti yang diorganisasikan untuk
tujuan-tujuan sosial.
Dalam HPI, pembicaraan status personil seringkali
pula meliputi bentuk-bentuk usaha seperti kontrak-kontrak, usaha bersama atau
joint ventures, disamping itu juga dikenal badan-badan hukum yang bersifat pluri
nasional.
Berhubungan dengan status personil suatu badan
hukum, dalam HPI dikenal beberapa prinsip, namun yang terpenting diantaranya
adalah prinsip incorporation dan kantor pusat yang efektif (Siege Reel).
Melalui makalah kecil ini, penulis mencoba
menanggapi kasus PT. Toba Pulp Lestari yang dahulu disebut dengan nama PT. Inti
Indo Rayon Utama di Porsea Kabupaten Tobasa. Perseroan ini didirikan di Jakarta
berdasarkan akte Notaris Misahardi Wilamarta, SH, notaris di Jakarta No. 329
tanggal 26 April 1983 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat
Keputusan No. C2.5130-HT01-01 TH 83 tanggal 26 Juli 1983 dan didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas IA di Medan No. 109/PI/1984 tanggal 7 Mei
1984. Keputusan ini diumumkan dalam Berita Negara RI No. 1176 tanggal 14
Desember 1984 dan Tambahan No. 97.
Anggaran Dasar PT. IIU ini telah beberapa kali
mengalami perombakan, yang terakhir adalah dengan akte Notaris Rahmat Santoso,
SH Notaris di Jakarta No. 258 tanggal 26 Maret 1990 dan telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman RI dengan Surat keputusan No. C2-2643.HT 01.04-HT.90 tanggal
12 Mei 1990 yang isinya antara lain mencakup peningkatan modal dasar perseroan
dari Rp. 100 milyar menjadi Rp. 500 miliyar.
Perombakan akte Notaris ini dilakukan dalam rangka
Go-Public perusahaan yang pada awalnya berstatus PMDN menjadi badan hukum yang
berstatus PMA berdasarkan SK Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman
Modal No. 07/V/1990.
PT. Inti Indo Rayon yang melakukan go-public untuk
mendapatkan dana baru dari masyarakat dan pengusaha memiliki (tujuh) pemegang
saham terbesar yaitu PT. Adimitra Raya Pratama dengan besar saham 102.000.000
saham, Sukanto Tanoto, sebesar 98.262.250 saham, PT. Indorayonesia Lestari
sebesar 75.000.000 saham, Publik dan Koperasi 43.480.000 saham, Scan Fibre Co.
SA 37.500.000 saham, Cellulosa Int. SA sebesar 25.230.000 saham dan Polar Yanto
Tanoto sebesar 23.523.750 saham, sehingga jumlah saham keseluruhan adalah
405.000.000 saham.
Dari uraian di atas maka PT. Inti Indo Rayon
merupakan suatu badan hukum yang berstatus PMA dan ternyata dengan
beroperasinya PT. IIU selama ± 10 tahun terdapat anggapan pada sekelompok
masyarakat Tobasa bahwa apa yang diharapkan sangat jauh dari kenyataan.
Kekecewaan ini berujung dengan dilancarkannya
berbagai macam protes untuk menghentikan operasional pabrik dengan isu
pencemaran lingkungan, penggundulan hutan, penurunan permukaan air Danau Toba,
kegagalan panen, kematian hewan peliharaan dan bau busuk yang berakhir dengan
penutupan operasional pabrik oleh Presiden Habibie dan dilakukan secara lisan.
Hal ini berlanjut terus hingga pemerintahan Megawati
yang terkenal dengan wier-win solution dengan menutup pabrik rayon sedangkan
pabrik pulp masih dapat beroperasi kembali.
Dengan Keputusan Presiden Megawati tersebut ternyata
pabrik Pulp belum dapat beroperasi karena masyarakat terus melakukan unjuk rasa
menentang dioperasikannya pabrik tersebut hingga saat ini.
Berkenaan dengan hal ini, para pemegang saham
melakukan gugatan kepada PT. Toba Pulp Lestari melalui kuasa hukumnya Adnan
Buyung Nasution, SH bahwa PT.TPL telah melakukan perbuatan melawan hukum serta
menuntut pembayaran ganti kerugian materil sebesar Rp. 23.513.264.000,- dan
kerugian immaterial sebesar Rp. 2 milyar.
Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Medan
dengan Reg. No. 243/Pdt.G/02/PN Medan.
Berkaitan dengan kasus PT. TPL ini, maka doktrin
atau asas yang berhubungan dengan status personil badan hukum yang dikaji dalam
HPI ini menurut UU PMA yaitu UU No. 1 Tahun 1964 LN No. 1/1964 dalam Pasal 1
menyebutkan :
Perusahaan-perusahaan
yang seluruhnya atau sebagian terbesar beroperasi di Indonesia sebagai
suatu”independen bussiness internasional” harus merupakan suatu badan hukum
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan mempunyai domisili tempat kedudukan
di Indonesia.
Disini terlihat bahwa persyaratan berdasarkan teori
inkorporasi digabung dengan taori “central office” secara kumulatif.
Terhadap kasus ini, yang perlu mendapat perhatian
lebih jauh adalah pemegang saham dari badan hukum ini, karena pada prinsipnya
dalam Hukum Internasional Publik diakui adanya prinsip tanggung jawab negara
untuk melindungi warga negaranya yang dirugikan. (Responsibility of state).
Dengan demikian, jika memang terbukti bahwa seorang
warga negara dari suatu negara telah dirugikan, misalnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu maka warga
negara itu berhak memperoleh perlindungan dari negara dimana ia menjadi warga
negaranya.
Apabila hal ini dihubungkan dengan kedudukan
pemegang saham oleh suatu perusahaan, maka dapat dinyatakan disini bahwa negara
seharusnya dapat memberikan perlindungan kepada warga negaranya bila mana
mereka dirugikan di luar negeri meskipun mereka berkedudukan sebagai pemegang
saham minoritas.
Dengan demikian penerapan tanggung jawab negara
terhadap warga negaranya menyebabkan para pemegang saham akan memperoleh
keadilan yang lebih layak. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pengakuan
badan hukum asing dalam konvensi Den Haag Tahun 1956
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat
kesimpulan atas kasus PT. Toba Pulp Lestari bahwa perlu diadakan upaya
perlindungan hukum terhadap para pemegang saham khususnya investor asing yang
menanamkan modalnya di PT. Toba Pulp Lestari tersebut, meskipun mereka
berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas. Negara penerima modal (host
country) harus memberikan perlindungan hukum kepada para investor dan warga
negara asing yang berada di wilayahnya agar investor tidak melakukan upaya
hukum sehingga menimbulkan sengketa dengan pihak asing di kemudian hari.
B.
Saran
Perlunya suasana yang kondusif di dalam negeri agar
investor asing tidak merasa khawatir menanamkan modalnya di Indonesia serta
tidak terjadi lagi penarikan saham dan penutupan usahanya di Indonesia sehingga
kehidupan perekonomian yang sedang terpuruk saat ini dapat segera berakhir.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan