Friday, December 9, 2016

PENGANTAR HAK MENGUJI PERUNDANG-UNDANGAN

0 komentar

   1.        Pengertian

Yaitu hak yang dimiliki oleh seorang hakim ( Mahkamah Konstitusi ) untuk menguji suatu Undang-undang.

   2.        Pembagian Pengertian
         a.       Formil
        Adalah hak / wewenang untuk menilai suatu produk legislative       seperti undang-undang melalui cara-cara / prosedur sebagaimana yang telah ditentukan / diatur oleh undang-undang apakah sudah sesuai dengan prosedur.

Tata cara :
-          Persiapan oleh Presiden
-          Adanya Rencana Undang-undang
-          Disampaikan ke DPR oleh Presiden dibahas oleh DPR
-          Dikembalikan ke Presiden untuk disyahkan kalau disetujui oleh DPR
-          Di undangkan untuk dimasukkan ke Lembaran Negara

b.      Materil
Adalah wewenang dari hakim untuk menilai apakah suatu Undang-undang / peraturan itu isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang / peraturan yang lebih tinggi tingkatnya

Tingkatan Perundang-undangan menurut UU No. 10/2004
-            UUD 1945
-            UU/Perpu
-            Perpres
-            Perda

1.        Pengertian Formil menurut ahli
a.      Sri Soemantino
Adalah Hak/Wewenang untuk menilai apakah suatu produk dari lembaga legislative telah melalui cara-cara/prosedur sebagaimana yang telah diatur dalam Perundang-undangan.

Contoh tata cara pembentukan UU di Indonesia berdasarkan UUD 1945 :
-       Pasal 5 (1)
-       Pasal 20 (1) dan (2)
-       Pasal 21 (1) dan (2)
-       Pasal 5 (1) perubahan pertama UUD 1945
-       Pasal 20 (1,2,3,4) perubahan pertama UUD 1945
-       Pasal 21 perubahan pertama UUD 1945
-       Pasal 20 (5) perubahan kedua UUD 1945
-       Pasal 20a (1,2,3,4) perubahan kedua UUD 1945

2.        Hak Menguji Materil Menurut Ahli
a.      PH. Kleimjtes
Adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai apakah suatu perundang-undangan isinya sesuai / bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu.

b.      Miriam Budiarjo
Adalah apakah peraturan hokum yang lebih rendah dari UU sesuai / tidak dengan UU yang bersangkutan.

Example :
-       Pasal 60 huruf g UU No. 12/2003 mengenai hak pilih dari anggota exs PKI/Partai terlarang lainnya (permohonan pemohon dikabulkan oleh MK dan pasal 60 tersebut telah di anulir ).

Isi pasal 60 tersebut
“ bahwa mereka yang tidak diberi hak politiknya adalah bekas anggota organisasi terlarang PKI termasuk organisasi masanya / orang yang terlibat langsung / tidak langsung dalam G 30 S PKI / organisasi terlarang lainnya ”.

Akibat putusan MK, exs PKI memiliki hak politiknya kembali setelah ± 38 Tahun sehingga mereka bias mencalonkan diri dan dipilih sebagai anggota legislative.

-       Pasal 31 UUD No. 18/2003 tentang advokat
( permohonan pemohon dikabulkan MK dan pasal ini dianulir )
Isi pasal 31 tersebut
“ setiap orang yang dengan sengaja menjalankan profesi advokat dan bertindak seolah-olah sebagai advokat, tetapi bukan advokat sebagaimana yang diatur dalam UU ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan didenda paling banyak Rp. 50 juta “.
Akibat putusan MK, setiap orang yang berlatar belakang ilmu hokum dan organisasi kemasyarakatan ( LSM ) yang memberikan penyuluhan-penyuluhan hokum tidak lagi dibatasi haknya.

MK → menguji Undang-undang terhadap UUD
MA → menguji peraturan dibawah Undang-Undang

3.        Hak Menguji Materil di berbagai Negara
a.      Konstitusi Prancis
Bahwa badan/lembaga yang melaksanakan uji materil di Prancis adalah Dewan Konstitusi ( The Constitutional Consil ) yang pengaturannya terdapat dalam ketentuan pasal 56-63 konstitusi republic ke-5/konstitusi De Gaule

Pembentukan dewan konstitusi adalah karena :
-          Historis
Adalah ketidak percayaan rakyat prancis terhadap badan peradilan karena pengalaman masa lalu yang dianggap sebagai antek-antek/alat penguasa yang absolute
-          Prancis adalah Negara yang menolak member kewenangan kepada badan peradilan untuk menguji UU karena dianggap bahwa pengujian UU bukan masalah hokum tapi masalah politis, karena itu memberikan wewenang tersebut kebadan peradilan berarti memberikan wewenang untuk mencampuri legislative.
-          Bahwa UUD Prancis 1958 mengandung perbedaan prinsipil dengan UUD 1946 ( UU sebelumnya ).
Perbedaan terlihat dari tidak dianutnya supremasi parlemen oleh UUD 1958 tampak dari adanya parlemen dengan eksekutif ( pasal 34,37)
Pasal 34 mengatur secara enumerative bidang-bidang yang akan diatur dengan UU oleh parlemen
Pasal 37 mengatur secara residu kekuasaan perundang-undangan yang diberikan kepada eksekutif.
Dalam hubungan ini, coppelleti menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kekuasaan legislative antara parlemen dengan eksekutif maka diperlukan suatu badan yang menangani dan memutus apabila terjadi sengketa wewenang antar keduanya.
Berdasarkan alas an diatas, maka dibentuk Dewan Konstitusi.

b.      Konstitusi Germany
Di Jerman, satu-satu badan peradilan yang berwenang menguji perundang-undangan dan tindakan pemerintah terhadap Basic Law adalah Mahkamah Konstitusi yang untuk pertama kali dibentuk Tahun 1951. Dalam UU pembentukannya dikatakan bahwa MK adalah Pengadilan Federal Otonom yang merdeka dari segala alat sebelumnya yaitu UUD 1946.

Perbedaan Principil antara lain terlihat dari tidak dianutnya supremasi.
Dipihak lain, UU menyatakan Hakim MK secara administrasi ada dibawah pengawasanmenteri kehakiman Federal. Para Hakim merasa keberatan atas pengawasan tersebut, mereka menuntut antara lain dengan mengirim memorandum kepada Presiden Bundestog, Bundesrog dan Perdana Menteri yang berbunyi :
“ kekebalan dari pengawasan kementrian dan berpendapat bahwa kekuasaan untuk mengawasi hakim konstitusi yang diberikan pada menteri kehakiman bertentangan dengan Basic law “.

Momerandum itu juga menyatakan bahwa MK adalah organ konstitusi tertinggi yang sederajat dengan kedudukan bundestog, bundesrog, konselir federal dan presiden federal. Karena itu hakim MK bukan pegawai biasa.
Sama halnya dengan konselir presiden dan anggota parlemen, para hakim punya tugas suci untuk tujuannya bahkan sebenarnya mereka punya tugas yang lebih besar yaitu menjamin agar organ-organ konstitusi lain mematuhi batas-batas yang ditentukan basic law.

Pada saat yang sama, MK juga merupakan badan peradilan yang punya fungsi menerapkan hokum.
Berdasarkan hal-hal diatas, momerandum berisi tuntutan agar MK memilik otonomi dalam budget, punya kekuasaan penuh atas administrasi intern, mengangkat, memberhentikan, mengawasi panitra dan pegawai lain dan mengecualikan hakim MK dari peraturan disiplin yang berlaku bagi hakim-hakim lain.

Akhirnya, pada tahun 1960, hamper semua tuntutan terpenuhi.

c.       Konstitusi Amerika
Di Amerika, badan yang berwenang melakukan hak menguji materil adalah badan peradilan umum dengan MA sebagai puncak. Amerika sama sekali tidak menentukan bahwa badan peradilan dapat menguji UU yang dihasilkan kongres.
Menurut Robert Earr Cs, terdapat banyak kontroversi mengenai asal tinjauan pengadilan di Amerika, sangat jelas banyak kata-kata yang memisahkan pengadilan untuk mendeklerasikan tindakan inskonstitusional kongres.
Apa yang dikemukakan tersebut, tampak kebenarannya apabila disimak ketentuan artikel VI section 2.

Konstitusi Amerika menyatakan bahwa :
“ konstitusi ini dan semua UU di Amerika harus dibuat untuk maksud dan tujuan yang telah ditentukan dan semua perjanjian yang dibuat / akan dibuat dibawah wewenang Amerika akan menjadi hokum tertinggi, dan para hakim di tiap-tiap Negara bagian akan terikat dalam batas-batas peraturan perundang-undangan Negara bagian yang bersangkutan meskipun bertentangan”.
Menjadi pertanyaan, apa yang menjadi dasar/landasan penegasan bahwa badan peradilan berwenang melakukan hak menguji materil di Amerika?

Bermula dari tulisan Alexander Harmilton dalam surat kabar Federalis edisi 78 yang secara khusus menyoroti hak menguji materil yang menyatakan :
Interprestasi hokum merupakan wewenang yang sesungguhnya dan khusus dari pengadilan suatu UUD adalah pada kenyataannya harus dihormati oleh hakim sebagai suatu hokum yang Fundamental oleh karena itu, bagi mereka UUD termasuk suatu arti yang khusus seperti arti suatu kinerja khusus dari Badan Legislatif. Jika harus terjadi suatu perselisihan yang tidak bias didamaikan diantara 2 pihak yang memiliki kewajiban terbesar dan kebenaran yang semestinya tentu saja dilimpahkan pada UU dan tujuan masyarakat terhadap wakil-wakil mereka”

Tulisan Hamilton ini, telah memberikan inspirasi kepada MA Amerika untuk menempatkan dirinya dalam kedudukan sebagai badan yang melaksanakan yudisial review sehingga pada tahun 1803 dalam kasus William Mercury Vs Madison untuk pertama kalinya MA menyatakan bahwa UU Federal sebagai Unconstitutional.

Statemet ini tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan peranan dan keberanian Jhon Marshall ( Ketua MA ) dalam memutuskan kasus Mercury Vs Madison dengan menyatakan :
ini merupakan salah satu tujuan pembuatan UUD untuk menetapkan dan membatasi kekuasaan badan pembuat UU. Badan pembuat UU tidak dapat diijinkan untuk mensyahkan anggaran dasar dan sebaliknya juga bagi hokum tertinggi

Suatu pengadilan menghindari untuk memilih antara UUD dan suatu UU yang bertentangan jika keduanya relevan terhadap kasus yang diajukan untuk pengadilan untuk diputuskan.
Semenjak UUD hokum tertinggi hakim tidak mempunyai pilihan selain menerima atau menolak dan member kesan pada putusan akhir. Dalam kaitan ini C.F. Strong mengatakan bahwa :
Di Amerika, UUD merupakan yang tertinggi bukan badan pembuat UU dan kenyataan ini memberikan pengadilan sebuah kekuasaan yang menjadikannya alat pemerintahan yang berkoordinasi dengan badan pembuat UU dan exekutif. Hakim federal yang sesungguhnya merupakan hakim Negara memiliki kekuasaan selama tugas utama mereka melindungi UUD dan mengatasi badan pembuat UU uang tidak konsisten dengan UUD”.

Dengan adanya putusan antara Mercury dan Medison telah menetapkan Doctrin Yudisial Review ke dalam system hokum formal Amerika, sehingga sejak saat itu telah banyak UU Federal dan UU Negara bagian dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh MA.

Kekuasaan apa yang dimiliki oleh MA?

Dalam hal ini, terdapat 2 pandangan yang punya pembenaran terhadap persoalan diatas yaitu :
1.      Pandangan yang beranggapan bahwa yudisial review merupakan kekuasaan otomatis MA.
Menurut pandangan ini, konstitusi adalah hokum tertinggi ( supreme law ) dalam Negara yang ditetapkan oleh rakyat karena konstitusi sebagai hokum tertinggi maka segala per UU harus sesuai dengan konstitusi jika tidak atau bertentangan adalah kewajiban MA untuk menyatakan sebagai unconstitutional.

2.      Pandangan yang menganggap bahwa yudisial review merupakan kekuasaan yang merdeka atau bebas dari MA.
Pandangan ini menganggap bahwa apa yang dikemukakan, ditujukan atau yang diatur dalam konstitusi adalah buatan manusia dan sesuai dengan fitrah manusia yang tidak luput dari keterbatasan maka apa yang telah ditentukan dalam konstitusi itu pada suatu saat akan menjadi tidak jelas maknanya, karena itu menjadi kewajiban serta hak MA untuk memperjelas dan menegaskan ketentuan-ketentuan yang dinilai tidak jelas.

Meskipun terdapat adanya Disagreement tentang masalah hak menguji atau yudial review yang berkaitan dengan macam kekuasaan yang dilakukan MA namun banyak yang percaya bahwa yudisial review merupakan kekuasaan otomatis MA.

d.      Konstitusi Inggris

Inggris Negara yang rakyatnya berpegang kuat pada tradisi bahkan bagian yang paling besar dari hukumnya terdiri dari Common Law. Beberapa ahli berpendapat bahwa pada awalnya hokum di Inggris dipandang dan diakui sebagai hokum dasar yang tertinggi yang membatasi kekuasaan raja atau ratu.

Sebagian menurut teori, common law tidak hanya membatasi kekuasaan raja atau ratu melainkan kekuasaan parlemen. Pembatasan kekuasaan putusan hakim Sir Edward Coke dalam kasus Dr. B Onham yang melahirkan doktrin coke, seperti nyata dari sejarah bahwa Inggris Tahun 1610 Hakim Agung Edward Coke dalam kasus Dr. B Onham menyatakan dalam doktrin putusan bahwa :
common law akan mengontrol tindakan parlemen dan suatu waktu akan mengadili kekosongan sama sekali yang pernah ada

Putusan ini yang melahirkan doktrin coke. Bahkan doktrin ini sering digunakan sebagai salah satu sumber pendukung pelaksanaan yudisial review di Amerika. Namun, di Inggris tidak berkembang sehingga Inggris tidak mengenal Yudisial Review.

Dalam perkembangan, doktrin coke ini dikesampingkan di Inggris dengan munculnya doktrin Supremasi parlemen yang menegaskan bahwa parlemen bedaulat yaitu hak untuk membuat atau tidak membuat hokum apapun dan selanjutnya bahwa tidak seorang pun yang diakui oleh hokum Inggris sebagai pemilik hak untuk menolak atau mengkesampingkan per UU dari parlemen.

Sejak parlemen menyatakan supremasi parlemen dan menjadi alas an tidak berkembangnya yudisial review di Inggris dan yang kedua tidak adanya atau dimilikinya konstitusi tertulis dalam arti yang tertuang dalam suatu dokumen. Karena di Inggris kaedah atau hokum konstitusinya atau prinsip konstitusinya dijumpai dalam UU (statuta), konvensi ketatanegaraan, demikian juga dapat dilakukan dalam putusan pengadilan atau hokum kebiasaan.

Sebuah UU atau staat yang memuat prinsip konstitusi tidak lebih tinggi disbanding UU lain, sebuah UU dibuat oleh parlemen dengan prosedur yang sama.
Di Inggris tidak ada badan khusus dengan prosedur khusus untuk membuat dan mengubah UU yang berisi materi muatan, prinsip-prinsip konstitusi, semua UU, dibuat oleh organ yang sama yaitu parlemen dengan prosedur dengan pembentukan dan perubahan yang sama itulah sebabnya semenjak UU yang membuat prinsip-prinsip konstitusi, derajatnya tidak lebih tinggi dari UU lain sehingga UU tersebut tidak dapat digunakan untuk menguji UU lain

e.       Konstitusi Jepang

Tahun 1947, Mac Arthur konstitusi terdapat 3 pasal yang berhubungan dengan yudisial review yaitu :
1.      Pasal 41 “yang menentukan bahwa The Diet ( parlemen Jepang ) adalah organ-organ atau lemabaga tertinggi Negara yang memiliki kekuasaan untuk membentuk UU”.
2.      Pasal 81 “Mahkamah Agung adalah Peradilan tertinggi yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan konstitisional tidanknya sejumlah UU, perintah, peraturan atau tindakan pejabat”.
3.      Pasal 89 “Konstitusi ini menjadi hokum tertinggi dari seluruh bangsa atau peraturan atau UU perintah kaisar atau tindakan pemerintah atau yang menjadi bagiannya yang boleh bertentangan dengan konstitusi yang menjadikannya kekuatan berlaku / memberikannya keabsahan.

Terhadap ketentuan yang bertentangan tersebut, akhirnya Mahkamah Agung Jepang memutuskan bahwa Yudisial Review hanya dapat dilaksanakan dalam adanya kasus / sengketa.

f.        Konstitusi Thailand

Di Kerajaan Thailand, hak menguji materil dipegang konstitusi di mana kedudukannya diatur dalam konstitusi 1997, khususnya yang mengatur kedudukan peradilan, kedudukan MA yang diatur dalam pasal 265-270, dimana Mahkamah Konstitusi adalah merupakan salah satu dari 4 pilar mahkamah disamping adanya MA, Madminutrasi dan Mahkamah Militer.

Dalam menjalankan tugasnya, MK tetap berpatokan pada prinsip umum dalam peradilan berdasarkan hokum dan dilakukan atas nama Raja. Di Thailand, MK beranggotakan 1 Ketua dan 14 Hakim Anggota, yang diangkat atas persetujuan Raja dan pertimbangan senat.

Dalam hal pengujian UU, Perdana Menteri sebelum menyampaikan UU atau peraturan perundang-undangan organi yang telah disetujui oleh Majelis Nasional kepada Raja harus memperhatikan kemungkinan terjadinya mosi dari anggota parlemen atau senat yang menyatakan adanya inkonstitusi / penyimpangan konstitusi.

Mosi dapat diajukan oleh ± 25 orang gabungan anggota parlemen / senat yang disampaikan pada ketua parlemen untuk diuji dalam peradilan konstitusi.

Perdana Menteri atas dasar mosi tersebut menunda terlebih dahulu pelaksanaan UU atau perundang-undangan organi sampai MK menyampaikan putusannya. Jika MK menyatakan UU / Perundang-undangan organi tersebut inkonstitusi atau penyimpangan konstitusi maka MK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dan para saksi yang berasal dari berbagai golongan baik pejabat pemerintah maupun organisasi masyarakat.

Dalam perselisihan antara lembaga Negara yang ditetapkan konstitusi lembaga tersebut / majelis nasional dapat menyampaikan permohonan pendapat dan pandangan peradilan konstitusi oleh para hakim yang diambil berdasarkan pengambilan suara terbanyak.

Putusan MK tersebut, akan dipublikasikan dalam lembaga Negara yang bersifat final dan mengikat majelis nasional, cabinet dan peradilan.

g.      System Pengujian Perudang-undangan di Indonesia

Dalam ketentuan UUD 45 tidak ditemukan lembaga yang berwenang menguji perundang-undangan, hal ini sebagai akibat ditentukannya pendapat Supomo dalam siding BPUPKI yang menyatakan bahwa UUD kita tidak menerangkan asas pemisahan kekuasaan, oleh karena itu, pengadilan tidak bisa mengontrol terhadap legislative.

Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pengujian peraturan dianggap sebagai control terhadap produk legislative sementara itu, control yang dilakukan yudisial terhadap legislative tidak berlaku di Indonesia karena Indonesia tidak menganut asas pemisahan kekuasaan.

Dengan demikian, pengujian perundang-undangan dilakukan oleh diluar lembaga yudisial sekalipun MA diberi hak untuk melakukan pengujian terhadap peraturan dibawah UU namun kegiatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai suatu control terhadap legislatif.

Prof. M. Yamin, SH
Ada beberapa peraturan tentang pengujian UU yang memberikan kewenangan pada Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian terhadap perundang-undangan dibawah UU yaitu :
-          UU No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
-          UU No. 14 tahun 1985 tentang MA
-          Perma No. 1 tahun 1993 tentang hak uji materil hokum dan tata urutan perundang-undangan ( pasal 5 ).

Maka kemudian diadakan amandemen terhadap UUD 45 yang pada hasil amandemen ke-3 tanggal 18 Agustus 2001 pada pasal 24 ayat 2 secara resmi hak pengujian materil di Indonesia dilakukan oleh 2 Lembaga Yudikatif :
a.    Mahkamah Agung
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi menguji Perundang-undangan dibawah UU terhadap UU dan mempunyai wewenang yang diberikan oleh UU.

b.    Mahkamah Konstitusi
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negar yang kewenangannya diberi oleh UUD, memutuskan pembubaran partai politik, perselisihan tentang hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh Presiden / Wakil Presiden menurut UUD.

A.  Mahkamah Agung
Merupakan puncak perjuangan keadilan bagi warga Negara, hakekat fungsinya berbeda dari MK yang tidak berhubungan dengan tuntunan keadilan bagi warga Negara melainkan dengan system hokum berdasarkan konstitusi.

Dalam lingkungan MA terdapat 4 lingkungan peradilan, karena latar belakang sejarah, maka administrasi lingkungan peradilan umum berada dibawah Departemen Kehakiman, PA berada dibawah Departemen Agama dan Peradilan Militer dibawah Pengendalian Organisasi Tentara, namun sejalan dengan reformasi ke-4 lingkungan peradilan itu sejak lama diimpikan agar dikembangkan dibawah satu atap karena dalam rangka perwujudan kekuasaan kehakiman yang menjamin tegaknya Negara hokum yang didukung oleh system kekuasaan kehakiman yang independen dan impartial.

Pembinaan kekuasaan dalam satu atap dianggap penting sehingga pembinaan administrasi badan peradilan yang selama ini ditangani secara terpisah dapat diorganisasikan seluruhnya dibawah MA.

MA dapat dilihat sebagai puncak pencerminan system pendaulatan hokum sebagai badan peradilan Negara, MA memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan :
-          Permohonan kasasi
-          Permohonan PK terhadap putusan ikhrah
-          Sengketa kewenangan ( kompetensi pengadilan )
-          Membatalkan putusan/penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :
1.        Tidak berwenang / melampaui batas kewenangan
2.        Salah menerapkan / melanggar hokum yang berlaku
3.        Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
MA menguji Perundang-undangan dibawah UU terhadap UU.

B.   Mahkamah Konstitusi
1.    Posisi dan kedudukan MK di Indonesia
Dalam system ketatanegaraan Indonesia menunjukan 2 hal :
a.       Kedudukan MK sebagai badan peradilan yang melakukan kekuasaan yudikatif sebagaimana diatur dalam bab IX UUD 45 yang bertitel kekuasaan kehakiman dibawah pasal 24 ayat 2, MK adalah pelaku / pelaksana kekuasaan peradilan bersama MA dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya guna menegakkan hokum dan keadilan.

MK merupakan badan peradilan tersendiri special yang mempunyai yuridiksi tepisah dari MA dan badan-badan peradilan dibawahnya. MK tidak merupakan suatu jenjang yang lebih tinggi dari MA dan badan lain tersebut.

Model kelembagaan tersebut dapat dicapai setelah melalui perdebatan di forum siding panitia ad hoc 1 badan pekerja MPR semula digagaskan MK dalam lingkungan MA namun tidak sempat dibahas dalam siding tahunan MPR tahun 200.


Gagasan tersebut baru dibahas pada siding MPR tahun 2001 yang mana dalam siding ad hoc dipaparkan / dengan mengadopsikan usul tim ahli dipanitia ad hoc untuk selanjutnya ditetapkan dalam rumusan perubahan ke III UUD 45 tanggal 10 November 2001.

Argument yang mendasari dibentuknya MK terpisah dari MA dapat disimak dari pembicaraan Sucipto dalam siding Pleno 35 ad hoc tanggal 25 September 2001 sebagai berikut :

Kaitan Hak Uji UU dengan Konsep Negara Hukum
-       Arti sempit
→ adalah Negara berdasarkan asas legalitas yaitu berdasarkan atas UU / Konstitusional.

-       Arti Luas
→ adalah Negara menjalankan pemerintahannya tidak harus selalu atas dasar konstitusi tetapi harus ada pertanggungjawaban.

Maka Hak Uji UU terhadap UUD ( count of judicial )

MA menguji peraturan dibawah UU terhadap UUD ( count of law )

Sebaiknya judicial review diserahkan saja kepada MK karena tugas MA itu sudah demikian beratnya.
Oleh karena itu, jadikanlah MK lembaga sendiri yang berlaku di Negara ini, kalau memang ada Mk itu, tentu lembaga Negara sendiri tidak built up atau bagian dari Mahkamah Agung.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Harjono dalam siding Pleno Ke- 36 tanggal 26 September 2001 mengemukakan :
posisi MK meskipun dalam rangka kekuasaan yudicial tetapi tidak dalam hubungan fungsional dengan MA

Demikian pula Suarno didalam siding pleno yang sama menyatakan :
Hak uji materil yang menyangkut UU kita serahkan saja pada Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan kualifikasi itu, hakim-hakim yang harus berperan sebagai hakim MK dengan semua tugas yang ia tangani akan tidak cukup kalau tugas itu ditempelkan/diserahkan kewenangannya pada hakim Mahkamah Agung. Dan itu pla sebabnya yang mendasari mengapa kami mengusulkan.

Meskipun ia berada pada lingkungan yudikatif tetapi MK merupakan lembaga tersendiri.
Terhadap argument diatas, dapat dikemukakan beberapa hal :
1.    Gagasan membentuk MK diluar lingkungan MA tetap dilakukan jika tidak argument yang mendasarnya ditolak.
2.    Para hakim MA yang pengangkatannya berdasarkan system karier tidak dibina untuk menjadi law maker, tidak siap dengan tugas yang bersifat quasi.
3.    Kedudukan MK dengan kaitan dengan lembaga-lembaga Negara lain, ada yang berpendapat MK berkedudukan lebih tinggi dari lembaga-lembaga lain.

Pendapat ini memahamkan MK sebagai lembaga suplemen body. Persolan justru masuk ketika diadakan pembedaan antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi Negara.
Pasca perubahan UUD 1945 lembaga Negara mengalami perubahan dengan diadakannya lembaga DPD, MK dan KY.

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan