Wednesday, December 28, 2016

PENGANTAR HUKUM PENITENSIER

0 komentar

HUKUM PENITENSIER

      I.          Pengertian, ruang lingkup dan tujuan serta kegunaan mempelajari juga meliputi pidana dan pemindanaan, perkembangan teoritis tentang tujuan pidana dan pemindanaan, stelsel pidana pendalaman jenis-jenis sanksi pidana dalam hukum pidana Indonesia kini dan masa yang akan datang.
Pidana dan pemindanaan dalam perundang-undangan khusus diluar kodefikasi serta grasi
-          Instruksiona Umum
Setelah mengikuti kuliah penitensier mahasiswa telah dapat memahami bahwa hukum penitensier merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari hukum pidana secara keseluruhan dan merupakan sebuah komponen pokok dalam hukum pidana.

Khusus bagi hukum pidana Indonesia relefansi konsep pidana dan pemindanaan dengan segala problematikanya menjadi semakin penting terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk membentuk sebuah kodefikasi hukum pidana nasional yang kemudian tercermin dalam konsep KUHP baru.

Tujuan Instruksional Khusus
-          Mahasiswa dapat menggunakan dan menyimpulkan pengertian hukum pentensier.
-          Mahasiswa mampu mengungkapkan dan menarik kesimpulan tentang ruang lingkup hukum penitensier.
-          Mahasiswa mampu mengungkapkan dan menyebutkan dengan lisan tentang tujuan dan kegunaan perkuliahan.

Hukum Penitensier
1.    Pengertan Hukum Penitensier
2.    Ruang Lingkup Hukum Penitensier
3.    Tujuan dan Kegunaan Kuliah Hukum Penitensier
4.    Mahasiswa mampu menjelaskan dan menyimpulkan istilah serta pengertian pidana dan pemindanaan
5.    Mahasiswa mampu menjelaskan dan menyimpulkan sejarah pemindanaan
-       Istilah dan pengertian pidana dan pemindanaan
-       Sejarah system pemindanaan
6.    Daftar Pustaka
-            P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armiko, 1984.
-            Joko Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Yokya, Liberty, 1988.
-            Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemindanaan Indonesia dari Retribusi ke   Reformasi, Yokyakarta, fraknya Paramita, 1985.
-            Muladi dan Barhanadi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1984.


Secara terperinci UU telah mengatur tentang :

a.    Bilamana suatu pidana itu dapat dijatuhkan bagi seorang pelaku
b.    Jenis pidana yang bagaimanakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tersebut
c.    Untuk berapa lama pidana itu dapat dijatuhkan atau berapa besarnya pidana denda dapat dijatuhkan
d.    Dengan cara bagaimanakah pidana itu harus dilaksankan



Sebenarnya dalam UU telah dimaksud oleh mengatur hal-hal diatas dalam Bab 2 Buku II KUHP akan tetapi pengukuran lebih lanjut tentang hal-hal tersebut tidak diberikan pada UU melainkan telah menunjukkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang terdapat di luar KUHP tentang apa yang harus dilakukan setelah Hakim menjatuhkan suatu Pidana itu ternyata hanya sebagian kecil yang telah diatur dalam UU Hukum Pidana, sedang sebagaian besar telah diatur dalam Hukum Penitensier.

Oleh Prof. Vander Molen telah diartikan sebagai berikut :
Hukum yang berkenaan dengan tujuan daya kerja dan organisasi dari lembaga-lembaga pemindanaan dengan kata lain dan keseluruhan dari norma-norma yang mengatur masalah Pidana dan Pemindanaan”.

Diatas telah dikatakan bahwa sebagian besar peraturan-peraturan yang mengatur tentang apa yang mengatur tentang apa yang harus dilakukan orang setelah Hakim menjatuhkan Pidana itu terdapat di dalam Hukum Penitensier yang norma-normanya dapat secara tersebar di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP.

Sebagai contoh adalah Lembaga Pidana Bersyarat. Pasal 14 a ayat 1 KUHP menentukan :
Dalam hal menjatuhkan Pidana Penjara selama-lamanya 1 Tahun / Pidana Kurungan, tidak termasuk pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda, Hakim dapat memerintahkan agar pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali jika kemudian dengan suatu putusan Hakim ditentukan lain atas dasar bahwa terpidana sebelum berakhirnya masa percobaan yang ditentukan sesuai dengan perintah telah melakukan suatu tindak pidana / selama masa percobaan telah tidak mentaati suatu syarat khusus yang mungkin telah ditetapkan dalam perintah”.

Akan tetapi tentang bagaimana caranya melakukan pengawasan terhadap terpidana / tentang bagaimana caranya untuk membantu terpidana agar ia dapat memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Hakim.
Pasal 14 d ayat 3 KUHP telah menentukan :
Peraturan untuk pengaturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan mengenai bantuan serta menunjukkan dari lembaga-lembaga dan pengurus-pengurus dari yayasan-yayasan yang dapat diperintahkan untuk memberikan bantuannya ditetapkan oleh sebuah ordonansi”.

Contoh lain adalah mengenai lembaga pembebasan bersyarat.


Hokum Penitensier tidak selalu berkenaan dengan masalah pidana dan pemindanaan diterjemahkan Wets Book Van Straaf Recht kedalam bahasa Indonesia dengan perkataan KUHP dianggap telah mengacukan anggapan para penterjemah dengan perkataan Straft, selalu harus diterjemahkan dengan perkataan pidana hingga apabila mereka ingin konsekwen dengan pendapat mereka maka perkataan Straf Recht yang digunakan juga harus mereka terjemahkan dengan perkataan hokum pidana.

Apabila perkataan penitensier Recht harus diterjemahkan dengan perkataan hokum tentang pidana-pidana / pemindana-pemendanaan maka timbul pertanyaan apakah benar bahwa kita UU Hukum Pidana itu semata-mata hanya mengatur masalah-masalah pidana atau masalah pemindanaan saja. Apabila orang lain membatasi diri dengan melihat keadaan rumusan pasal 45 KUHP untuk memberikan jawaban pertanyaan diatas maka akan segera dapat diketahui bahwa kita UU Hukum Pidana tidak semata-mata mengatur masalah pidana-pidana atau pemindana-pemindanaan saja melainkan juga mengatur masalah tindakan-tindakan dan masalah kebijaksanaan.

Tindakan yang diambil oleh seorang hakim untuk menyerahkan kembali seorang terdakwa kepada orang tuanya / walinya atau kepada orang yang mengurus terdakwa adalah sudah jelas bukan nerupakan suatu pemindanaan dan sulit untuk disebut sebagai suatu penindakan, lebih tepat kiranya apabila tindakan yang diambil oleh hakim tersebut disebut sebagai kebijaksanaan.



Tindakan yang diambil oleh seorang hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di bawah pengawasan pemerintah yang sudah jelas bukan merupakan pemindanaan akan tetapi juga sulit untuk disebut sebagai suatu kebijaksanaan, tindakan dari hakim tersebut adalah lebih tepat bila kita sebut sebagai suatu penindakan sedang tindakan yang diambil untuk memindanakan seseorang terdakwa adalah sudah jelas merupakan suatu pemindanaan dan bukan merupakan suatu kebijaksanaan / suatu penindakan.




0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan