HUKUM
PENITENSIER
I.
Pengertian,
ruang lingkup dan tujuan serta kegunaan mempelajari juga meliputi pidana dan
pemindanaan, perkembangan teoritis tentang tujuan pidana dan pemindanaan,
stelsel pidana pendalaman jenis-jenis sanksi pidana dalam hukum pidana
Indonesia kini dan masa yang akan datang.
Pidana
dan pemindanaan dalam perundang-undangan khusus diluar kodefikasi serta grasi
-
Instruksiona Umum
Setelah
mengikuti kuliah penitensier mahasiswa telah dapat memahami bahwa hukum
penitensier merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari hukum pidana secara
keseluruhan dan merupakan sebuah komponen pokok dalam hukum pidana.
Khusus
bagi hukum pidana Indonesia relefansi konsep pidana dan pemindanaan dengan
segala problematikanya menjadi semakin penting terutama dalam kaitannya dengan
upaya untuk membentuk sebuah kodefikasi hukum pidana nasional yang kemudian
tercermin dalam konsep KUHP baru.
Tujuan Instruksional Khusus
-
Mahasiswa
dapat menggunakan dan menyimpulkan pengertian hukum pentensier.
-
Mahasiswa
mampu mengungkapkan dan menarik kesimpulan tentang ruang lingkup hukum
penitensier.
-
Mahasiswa
mampu mengungkapkan dan menyebutkan dengan lisan tentang tujuan dan kegunaan
perkuliahan.
Hukum Penitensier
1.
Pengertan
Hukum Penitensier
2.
Ruang
Lingkup Hukum Penitensier
3.
Tujuan
dan Kegunaan Kuliah Hukum Penitensier
4.
Mahasiswa
mampu menjelaskan dan menyimpulkan istilah serta pengertian pidana dan
pemindanaan
5.
Mahasiswa
mampu menjelaskan dan menyimpulkan sejarah pemindanaan
-
Istilah
dan pengertian pidana dan pemindanaan
-
Sejarah
system pemindanaan
6.
Daftar
Pustaka
-
P.A.F.
Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armiko, 1984.
-
Joko
Prakoso, Hukum Penitensier di Indonesia, Yokya, Liberty, 1988.
-
Andi
Hamzah, Sistem Pidana dan Pemindanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi, Yokyakarta, fraknya Paramita, 1985.
-
Muladi
dan Barhanadi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1984.
Secara terperinci UU telah mengatur tentang :
a.
Bilamana
suatu pidana itu dapat dijatuhkan bagi seorang pelaku
b.
Jenis
pidana yang bagaimanakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tersebut
c.
Untuk
berapa lama pidana itu dapat dijatuhkan atau berapa besarnya pidana denda dapat
dijatuhkan
d.
Dengan
cara bagaimanakah pidana itu harus dilaksankan
Sebenarnya dalam UU telah
dimaksud oleh mengatur hal-hal diatas dalam Bab 2 Buku II KUHP akan tetapi
pengukuran lebih lanjut tentang hal-hal tersebut tidak diberikan pada UU
melainkan telah menunjukkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang
terdapat di luar KUHP tentang apa yang harus dilakukan setelah Hakim
menjatuhkan suatu Pidana itu ternyata hanya sebagian kecil yang telah diatur
dalam UU Hukum Pidana, sedang sebagaian besar telah diatur dalam Hukum
Penitensier.
Oleh Prof. Vander Molen telah
diartikan sebagai berikut :
“Hukum yang berkenaan dengan tujuan daya kerja dan organisasi dari
lembaga-lembaga pemindanaan dengan kata lain dan keseluruhan dari norma-norma
yang mengatur masalah Pidana dan Pemindanaan”.
Diatas telah dikatakan bahwa
sebagian besar peraturan-peraturan yang mengatur tentang apa yang mengatur
tentang apa yang harus dilakukan orang setelah Hakim menjatuhkan Pidana itu
terdapat di dalam Hukum Penitensier yang norma-normanya dapat secara tersebar
di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP.
Sebagai contoh adalah Lembaga
Pidana Bersyarat. Pasal 14 a ayat 1 KUHP menentukan :
“Dalam hal menjatuhkan Pidana Penjara selama-lamanya 1 Tahun / Pidana
Kurungan, tidak termasuk pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda, Hakim
dapat memerintahkan agar pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali jika
kemudian dengan suatu putusan Hakim ditentukan lain atas dasar bahwa terpidana
sebelum berakhirnya masa percobaan yang ditentukan sesuai dengan perintah telah
melakukan suatu tindak pidana / selama masa percobaan telah tidak mentaati
suatu syarat khusus yang mungkin telah ditetapkan dalam perintah”.
Akan tetapi tentang bagaimana
caranya melakukan pengawasan terhadap terpidana / tentang bagaimana caranya
untuk membantu terpidana agar ia dapat memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh Hakim.
Pasal 14 d ayat 3 KUHP telah
menentukan :
“Peraturan untuk pengaturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
mengenai bantuan serta menunjukkan dari lembaga-lembaga dan pengurus-pengurus
dari yayasan-yayasan yang dapat diperintahkan untuk memberikan bantuannya
ditetapkan oleh sebuah ordonansi”.
Contoh lain adalah mengenai
lembaga pembebasan bersyarat.
Hokum Penitensier tidak selalu
berkenaan dengan masalah pidana dan pemindanaan diterjemahkan Wets Book Van
Straaf Recht kedalam bahasa Indonesia dengan perkataan KUHP dianggap telah
mengacukan anggapan para penterjemah dengan perkataan Straft, selalu harus
diterjemahkan dengan perkataan pidana hingga apabila mereka ingin konsekwen
dengan pendapat mereka maka perkataan Straf Recht yang digunakan juga harus
mereka terjemahkan dengan perkataan hokum pidana.
Apabila perkataan penitensier
Recht harus diterjemahkan dengan perkataan hokum tentang pidana-pidana /
pemindana-pemendanaan maka timbul pertanyaan apakah benar bahwa kita UU Hukum
Pidana itu semata-mata hanya mengatur masalah-masalah pidana atau masalah
pemindanaan saja. Apabila orang lain membatasi diri dengan melihat keadaan rumusan
pasal 45 KUHP untuk memberikan jawaban pertanyaan diatas maka akan segera dapat
diketahui bahwa kita UU Hukum Pidana tidak semata-mata mengatur masalah
pidana-pidana atau pemindana-pemindanaan saja melainkan juga mengatur masalah
tindakan-tindakan dan masalah kebijaksanaan.
Tindakan yang diambil oleh
seorang hakim untuk menyerahkan kembali seorang terdakwa kepada orang tuanya /
walinya atau kepada orang yang mengurus terdakwa adalah sudah jelas bukan
nerupakan suatu pemindanaan dan sulit untuk disebut sebagai suatu penindakan,
lebih tepat kiranya apabila tindakan yang diambil oleh hakim tersebut disebut
sebagai kebijaksanaan.
Tindakan yang diambil oleh
seorang hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di bawah pengawasan pemerintah
yang sudah jelas bukan merupakan pemindanaan akan tetapi juga sulit untuk
disebut sebagai suatu kebijaksanaan, tindakan dari hakim tersebut adalah lebih
tepat bila kita sebut sebagai suatu penindakan sedang tindakan yang diambil
untuk memindanakan seseorang terdakwa adalah sudah jelas merupakan suatu
pemindanaan dan bukan merupakan suatu kebijaksanaan / suatu penindakan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan