Thursday, December 22, 2016

PENGANTAR HUKUM HAM DAN HUMANITER

0 komentar
HAK ASASI MANUSIA

A.       Pengertian Hak Asasi Manusiaa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hak berarti benar; milik; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu; dan kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Sedangkan kata hak asasi berarti hak yang dasar atau pokok, seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan.

Dari kandungan makna kata-kata yang membentuknya, Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai kekuasaan atau kewenangan bersifat mendasar dan pokok yang dimiliki manusia dan dibutuhkan untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia seutuhnya berdasarkan landasan hak yang benar.

Di dalam ABC, Teaching Human Rights disebutkan : “Human Rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which we can not live as human being.” ( Hak asasi manusia secara umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang secara alamiah telah melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak tersebut manusia tidak dapat hidup sebagai manusia ).

Burhanuddin Lopa menyetujui definisi yang dikemukakan PBB di atas, tetapi dia menambah kata “ …………. Sebagai manusia yang bertanggung jawab.”

Ulama Abul A’la al-Mawdudi menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak pokok yang diberikan Tuhan kepada manusia tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada diantara sesame manusia, di mana hak tersebut tidak dapat dicabut oleh siapapun atau lembaga apapun.

Di dalam pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta harkat dan martabat manusia.


B.       Sejarah dan Sumber Hak Asasi Manusia
Ide tentang Hak Asasi Manusia telah muncul beberapa abad sebelum Masehi. Hammurabi, raja Babylonia 1792-1750 SM, telah mengeluarkan suatu peraturan yang dikenal dengan Kode Hammurabi yang bertujuan memberantas kesewenangan penguasa dan menciptakan keadilan di tengah masyarakat.

Di dalam kerangka pemikiran Barat modern, ide tentang Hak Asasi Manusia timbul pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas Masehi, kelihatannya sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feudal di zaman itu terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan.
Ide dan gagasan tentang hak asasi manusia kemudian mengarah kepada usaha pembentukan berbagai peraturan, baik pada skala nasional maupun internasional dalam rangka perlindungan terhadap hak asasi manusia. Rumusan hak asasi manusia muncul di Inggris dengan diterbitkan Magna Charta 15 Juni 1215 dan Bill of Rights tahun 1689. Magna Charta berisi antara lain batasan-batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Sedangkan Bill of Rights berisi antara lain penegasan atas pembatasan kekuasaan secara sewenang-wenang, menyiksa, memenjarakan, dan mengirim tentara.

Di Perancis  diterbitkan pula Declaration des Droits de L’homme et Citoyen (Hak-Hak Asasi Manusia dan Warganegara) 4 Agustus 1789. Deklarasi ini memuat lima hak asasi utama yang harus dihormati, yakni propiete ( hak pemilikan harta ), liberte (hak kebebasan), egalite ( hak persamaan ), securite ( hak keamanan ), dan resistense a l’oppression ( hak perlawanan terhadap penindasan ).

Di Indonesia, aturan tentang perlindungan hak asasi manusia secara umum telah termaktub dalam UUD 1945sejak sebelum amandemen dan semakin disempurnakan setelah empat kali amandemen di era reformasi. Di dalam batang tubuh UUD 1945, terdapat 18 pasal yang berkaitan erat dengan hak asasi manusia, yakni pasal 27, 28, 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28J, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Aturan-aturan lainnya terdapat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


C.       Rumusan Hak Asasi Manusia di Dalam Hukum Internasional

1.        Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Pada tahun 1947, PBB merancang sebuah International Bill of Rights tentang hak asasi manusia yang tertuang di dalam tiga dokumen, yaitu deklarasi umum yang bersifat mengikat, satu konvensi dengan cakupan lebih terbatas, dan sebuah dokumen metode implementasi. Pada disusun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( Universal Declaration of Human Rights ). Deklarasi tersebut kemudian dibawa ke sidang umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sebanyak 48 negara menyatakan persetujuannya dan tidak ada satupun Negara yang menolak.

Secara garis besar, isi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia terbagi atas dua bagian. Bagian pertama memuat tentang hak-hak sipil dan politik yang termaktub di dalam pasal 3 sampai 21. Sedangkan bagian kedua memuat tentang hak-hak ekonomi, social, dan budaya yang dijabarkan di dalam pasal 22 sampai 27.

Pasal 1 menyatakan bahwa semua orang dilahirkan merdeka dan sama martabat dan hak-haknya. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani, dan sebaliknya bertindak terhadap sesamanya dalam semangat persaudaraan. Sedangkan pasal 2 menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam deklarasi ini tanpa perbedaan apapun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, paham politik atau paham yang lain, nasional atau asal-usul social, hak milik, kelahiran ataupun status lain.

Pasal 3 – 21 berisi tentang hak-hak sipil dan politik yang meliputi :
1.        Hak hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi
2.        Hak kebebasan dari perbudakan
3.        Kebebasan dari penganiyayaan, penghinaan, dan hukuman yang tidak berprikemanusiaan
4.        Pengakuan hokum terhadap kemanusiaan pribadi, persamaan di hadapan hokum, hak ganti rugi yang efektif dari pengadilan nasional atas pelanggaran hak asasi manusia, bebas dari penangkapan, penahanan atau pembungan secara sewenang-wenang, hak diberlakukan sama dalam memberikan keterangan di pengadilan, dan asas praduga tidak bersalah
5.        Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap urusan pribadi, keluarga, dan penghormatan terhadap nama baik
6.        Kebebasan bergerak, memperoleh suaka, dan hak kewarganegaraan
7.        Hak untuk menikah, membentuk keluarga, serta hak milik
8.        Kebebasan berfikir, mengeluarkan pendapat, dan beragama
9.        Hak untuk berserikat
10.    Hak berpartisipasi dalam pemerintahan dan pelayanan masyarakat

Pasal 22 – 27 memuat tentang hak-hak ekonomi, social dan kebudayaan yaitu :
1.        Hak terhadap jaminan social
2.        Hak untuk bekerja, menerima upah yang adil, dan bergabung dalam serikat pekerja
3.        Hak istirahat, libur, dan pembatasan jam kerja yang wajar
4.        Hak atas standar hidup atau kesejahteraan yang layak bagi pribadi dan keluarga, termasuk kesehatan dan hari tua
5.        Hak atas pendidikan
6.        Hak berpastisipasi di dalam kehidupan yang berkebudayaan dan perlindungan moral terhadap hasil usaha di bidang keilmuan, kesenian, dan kesusasteraan


2.        Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik serta Konvenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Ada dua konvensi internasional yang sangat penting dan bersifat universal, yaitu konven internasional tentang hak-hak sipil dan politik dan konven internasional tentang hak ekonomi, social, dan budaya.

Dibuatnya kedua konven tersebut adalah untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang sebenarnya sudah didasari sejak awal. Pada saat penyusunan, para penyusun memahami bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia harus dilengkapi dan diperkuat dengan konvenan-konvenan pendukung.

Penyusunan rumusan hokum bagi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut ternyata memerlukan waktu yang panjang. Sejak dicetuskan ide pembuatan rancangannya oleh PBB tahun 1948, delapan belas tahun kemudian baru kedua konvenan tersebut berhasil dirumuskan secara final dan diterima secara bulat oleh Majelis Umum PBB, yakni pada tanggal 16 Desember 1966. Pada 3 januari 1976 Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dinyatakan memenuhi persyaratan, tiga bulan setelah surat pengesahan dan pernyetaan Negara yang ke-35 diterima oleh Sekretariat Jendral PBB. Sedangkan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik baru sejak 23 Maret 1976, tiga bulan setelah surat pengesahan dan penyertaan Negara yang ke-55 diterima Sekretariat Jendral PBB. Indonesia baru meratifikasi kedua konvenan hak asasi manusia tersebut tahun 2005.


D.       Rumusan Hak Asasi Manusia Di Dalam Hukum Indonesia

Todung Mulya Lubis membagi perdebatan tentang hak asasi manusia tersebut kepada empat priode, yakni periode pertama tahun 1945, periode kedua tahun 1957-1959, periode ketiga tahun 1966-1968, dan periode keempat tahun 1990-an.

Setelah perdebatan periode keempat, diskursus dan upaya perumusan hak asasi manusia terus berlanjut, bahkan semakin intensif dan produktif sejalan dengan masuknya era reformasi sejak tahun 1998. Berbagai perundang-undangan tentang hak asasi manusia berhasil dibentuk, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Rumusan hak asasi manusia di Indonesia bukan hanya terdapat pada peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas. Sesungguhnya, semua peraturan perundang-undangan memuat nilai-nilai dan bahkan rumusan tentang hak asasi manusia. Namun rumusan yang lebih konkrit, menyeluruh, dan dapat dijadikan rujukan utama hak asasi manusia di Indonesia termuat di dalam UU No. 39 Tahun 1999.


E.       Rumusan Hak Asasi Manusia Di Dalam Ajaran Islam

Kajian dan penelitian terhadap hak asasi manusia dalam perspektif Islam semakin intensif dilakukan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati melalui publikasi yang semakin luas dan menggunakan media yang lebih beragam. Dari kajian terhadap berbagai kepustakaan Islam, terdapat tiga cara yang ditempuh para pakar Islam dalam mempresentasikan pemikiran dan pembahasan tentang hak asasi manusia yaitu :
1.    Berupaya menunjukkan bahwa di dalam Islam terdapat konsep hak asasi manusia sebagaimana yang dikemukakan oleh Barat
2.    Pembahasan dengan pendekatan historis bahwa semua yang dituntut dan diperjuangkan Barat sesungguhnya telah dibicarakan dan diantisipasi oleh Islam, bahkan Islam-lah yang memberi ilham kepada Barat dalam penegakan HAM
3.    Pemaparan bersifat polemis dengan mengemukakan bukti-bukti sejarah keunggulan system HAM Islam.





0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan