Saturday, December 10, 2016

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

0 komentar
HUKUM ACARA PERADILAN ADMINISTRASI

       A.      ASAS-ASAS PERADILAN ADMINISTRASI
Asas dapat berarti dasar, Landasan, Fundamen, Prinsip, dan Jiwa atau Cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebut secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang sesuatu.

Asas Hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum yang terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang hukum. Selain itu Asas Hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan suatu ratio legis dari suatu peraturan hukum, yang memuat nilai-nilai, jiwa, cita-cita sosial atau pandangan etis yang ingin diwujudkan.

Menurut Bellefrid sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, Asas Hukum Umum adalah norma yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum yang merupakan pengendapan hukum positif dalam masyarakat.

Asas hukum dapat pula dibagi atas asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas lex posteriori derogate legi priori, sedangkan asas hukum khusus adalah asas hukum yang hanya berlaku dalam bidang hukum tertentu, seperti HTN, HAN, Hukum Acara Pidana, Perdata dan Hukum Peradilan Administrasi.

Berkenan dengan Asas-asas Peradilan Administrasi ( Murni ), Sjachran Basah, menurunkan 6 ( enam ) Asas Hukum Acara Peradilan Administrasi Murni, yakni : Asas Kesatuan Beracara, Mesyawarah, Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka, Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, Sidang terbuka dan putusan mengandung keadilan. Sedangkan menurut Indroharto, beberapa asas penting dalam Hukum Acara Peradilan Administrasi, antara lain : asas Inguisitoir dalam pemeriksaan, kompensasi ( ongelijkheids compensatie ), kesatuan pemeriksaan (uniteids beginselen), presuntio justea causa atau vermoden van rechtmatigheit, pembuktian bebas-terikat ( berperktevrij bewijs beginsel ).

Asas yang dirumuskan oleh Sjahran Basah dan Indroharto tersebut diatas, selain terdapat persamaannya juga terdapat perbedaannya, meskipun perbedaan itu hanya dalam penyebutan atau penggunaan istilah. Perbedaan yang terdapat dalam kedua rumusan tersebut pada hakekatnya tidak bersifat prinsip dan bahkan kedua rumusan itu saling melengkapi.

Setelah ditambah dan dilengkapi serta disempurnakan akhirnya dapat dirumuskan asas-asas peradilan administrasi sebagai berikut :

1.        Asas Negara Hukum Indonesia
Asas Negara Hukum Indonesia merupakan salah satu asas terpenting dari Undang-undang Dasar 1945. Karenanya menjadi salah satu asas penting pula dari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi serta Peradilan Administrasi. Dalam konteks pembangunan nasional umumnya dan pembangunan hukum nasional khususnya, asas Negara hukum mutlak dijadikan sebagai salah satu asas pembangunan.

Asas Negara Hukum Indonesia mempunyai korelasi erat dengan peradilan administrasi, sebab salah satu unsur Negara Hukum Indonesia adalah peradilan administrasi, sehingga baik secara teoritis maupun yuridis jaminan eksistensi peradilan administrasi menemukan landasan, dasar atau fundamennya dalam konsep Negara Hukum Indonesia.

Adanya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak warga selalu dikaitkan dengan konsep Negara hukum. Salah satu sarana untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia tersebut, adalah dengan melakukan pengawasan atau kontrol judicial terhadap Pemerintah melalui peradilan administrasi. Bagi Negara Hukum Indonesia, meskipun hak-hak tersebut selalu terkait dengan hak dan kewajiban asasi warga masyarakat. Hak-hak perseorangan diletakkan dalam keserasian, keseimbangan dan keselarasan dengan hak-hak masyarakat. Karena itu tujuan peradilan administrasi tidak semata-mata memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak perseorangan, tetapi sekaligus memberikan  perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat, sehingga hak dan kewajiban tersebut diletakkan secara serasi, seimbang dan selaras.

2.        Asas Demokrasi
Dalam abad ke-20 gagasan demokrasi selalu dikaitkan dengan istilah konstitusi, sehingga lahir istilah demokrasi konstitusionil. Gagasan dasar demokrasi konstitusionil adalah terwujudnya cita-cita pemerintahan yang terbatas kekuasaannya ( limited government ), terdapatnya larangan pemerintahan bertindak sewenang-wenang ( abus de droit atau willikeur ), terjaminnya hak-hak asasi manusia dan dihindari terpusatnya kekuasaan pada satu tangan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang. Istilah yuridis dari prinsip-prinsip ini lazim disebut Rechtsstaat atau rule of Law atau di Indonesia disebut “ Negara Hukum Indonesia”.

Kehadiran Peradilan Administrasi tujuannya adalah untuk melakukan kontrol atau pengawasan juridis terhadap administrasi Negara dan sekaligus untuk memberikan perlindungan hukum, baik bagi administrasi sendiri maupun bagi warga. Dengan konsep Negara hukum modern hampir seluruh aspek kehidupan warga tidak ada yang luput dari campur tangan pemerintah dan bersamaan dengan itu kepada pemerintah diberikan pula Frees Emerssen.

Sesuai dengan konsep istilah demokrasi yang menurut asal katanya berarti “rakyat berkuasa” atau govergmentn or rule by the people, maka lahirnya suatu peradilan administrasi merupakan suatu hal yang semestinya. Kehadiran peradilan administrasi akan memberi peluang besar bagi warga untuk menggugat tidakan pemerintahannya, yang melakukan tindakan melawan hukum atau tindakan menyalahgunakan wewenang atau tindakan sewenang-wenang, sehingga menimbulkan kerugian bagi warganya.

3.        Asas Kekeluargaan
Kata “keluarga” berasal dari kata kula = kawula yang berarti abdi, hamba atau orang yang mengabdikan ( menghambakan ) diri, sedangkan “warga” = tuan atau orang yang memerintah. Kekeluargaan artinya adanya tuan dan hamba sebagai dasar sosial.

Dalam hubungan kekeluargaan terkandung suatu kesatuan sosial yang didasari oleh rasa cinta, kasih, sayang, rasa seia-sekata dan simpati. Solidaritas melahirkan sikap saling asah, asih, dan asuh serta kewajiban dan tanggung jawab timbal-balik, akhirnya melahirkan masyarakat gotong-royong.

Tom Gunadi, merumuskan asas kekeluargaan sebagai asas kesatuan dan persatuan manusia sebagai persona individual dan makhluk sosial. Manusia dengan individualitasnya harus berada di tengah masyarakat seperti halnya dalam keluarga, yaitu tempat manusia memulai eksistensinya yang tumbuh dalam cinta kasih menjadi dewasa dan kuat, bijaksana dan baik, saling menghargai diantara manusia yang satu dengan yang lain sebagai sesama atau anggota sekawan bahkan anggota sekeluarga.

Asas kekeluargaan akan melahirkan kerukunan hubungan Pemerintah dengan warga masyarakat. Inilah salah satu substansi konsep Negara Hukum Indonesia. Karenanya peradilan administrasi harus pula didasari dan dirujuk kepada asas kekeluargaan tersebut terutama dengan dimaksukkannya upaya administrative sebagai bagian dari sistem peradilan administrasi Indonesia.

Upaya administratif dan peradilan administrasi harus mampu berperan menjaga dan mewujudkan keserasian, keseimbangan dan keselarasan hubungan antara Pemerintah dengan warga masyarakat dalam kesatuan dan persatuan, sehingga terwujud kerukunan yang ditopang semangat asas kekeluargaan dengan tetap berpedoman pada asas musyawarah.

4.        Asas Serasi, Seimbang dan Selaras
Keserasian, Keseimbangan dan Keselarasan dalam segala aspek serta dimensinya merupakan jiwa dari Pancasila. Apabila jiwa Pancasila diformulasikan ke dalam cita-cita Negara Hukum Indonesia, maka tujuan Negara Hukum Indonesia pada dasarnya adalah mewujudkan tata kehidupan Negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib. Menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang dan selaras, antara aparatur di bidang tata usaha Negara dengan warga masyarakat serta antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.

Karena asas serasi, seimbang dan selaras dijadikan atau dinormativisasikan sebagai salah satu asas dalam konsiderans dan Penjelasan Umum Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, maka tujuan peradilan administrasi tidak semata-mata memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak perseorangan, melainkan sekaligus melindungi dan meletakkannya secara serasi, seimbang dan selaras dengan hak-hak masyarakat.

5.        Asas Persamaan Dihadapan Hukum
Asas persamaan dihadapan hukum (the eguality before the law) merupakan salah satu asas penting Negara hukum, meskipun dalam penegakannya terdapat penonjolan yang berbeda antara Negara hukum (the rule of law) di Negara-negara anglo saxon, dengan Negara hukum (rechtsstaat) di Negara-negara Eropa continental.

Asas persamaan dihadapan hukum melahirkan ketentuan, setiap tindakan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, dapat dituntut pertanggungjawabannya dihadapan pengadilan, tidak terkecuali tindakan yang menimbulkan kerugian itu dilakukan oleh Pemerintah.

Secara teoritis asas ini mempersoalkan dan sekaligus menjawab pertanyaan mengapa Negara dapat digugat. Memang secara historis pada mulanya masih terdapat pandangan bahwa Negara selaku gezagorganisatie tidak dapat digugat di hadapan pengadilan. Latar belakang lahirnya pandangan demikian ini karena Negara sebagai gezagorganisatie, mempunyai kedudukan istimewa apabila dibandingkan dengan kedudukan warga. Bahkan dalam batas-batas teritorialnya hanya Negara yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan tidak ada kekuasaan lain yang dapat mengenyampingkannya, tidak terkecuali hukum.

Menurut teori fiksi badan hukum adalah suatu fiksi yang sebenarnya tidak ada tetapi dianggap sebagai yang ada. Untuk menerangkan hubungan hukumnya ia dianggap mempunyai hak dan kewajiban, tetapi karena ia bersifat abstraksi maka hak dan kewajibannya dilaksanakan oleh manusia sebagai wakilnya. Karena pemerintah adalah merupakan badan hukum publik, maka hak dan kewajiban itu dilaksanakan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara, sedangkan menurut teori Organ badan hukum bukan suatu yang bersifat abstrak, ia sama halnya seperti manusia mempunyai alat-alat perlengkapan dalam menjalankan hak dan kewajibannya.

Sejalan dengan itu dikenal pula adanya teori tentang Perwakilan dan teori tentang Pertanggung-jawaban. Teori ini dikemukakan oleh Bohtlink dalam disertainya yang berjudul “Het leerstuk der verlegenwoordiging en zijn toepossing op ambtsdragers in Nederland en in Indonesia”. Teori ini merupakan penjabaran dari teori tersebut atas dalam hubungan dengan hikum publik mengambil kasus Nederland dan Indonesia.

Negara merupakan suatu badan hukum publik kedudukannya sama dengan orang (person) sebagai subjek hukum. Karena Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang sifatnya abstrak, maka untuk mewujudkan kekuasaan Negara tersebut dilakukan personifikasi melalui pejabat. Pejabat itu selalu bertindak mewakili dan atas nama pemerintah berdasarkan wewenang yang ada padanya, seperti teori-teori tersebut di atas.

6.        Asas Peradilan Netral
Peradilan administrasi netral ialah peradilan administrasi yang bebas dan merdeka. Sebab suatu peradilan (administrasi) yang netral hanya dapat diwujudkan apabila peradilan itu bebas dan merdeka. Secara toritis peradilan administrasi merupakan salah satu unsur penting Negara hukum dan merupakan sarana untuk menegakkan dan melindungi hak-hak azazi manusia serta sebagai benteng terakhir dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Secara yuridis jaminan eksistensi peradilan netral, bebas dan merdeka dipatrikan dalam UUD 1945. Dalam Pasal 24 beserta penjelasannya UUD 1945, dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak-pihak lain diluar kekuasaan kehakiman, termasuk dari campur tangan pemerintah baik langsung maupun tidak langsung.

Untuk menjamin agar asas netral dan objektif serta tidak memihak dapat dilaksanakan, maka hakim tidak diperbolehkan merangkap sebagai pelaksana putusan pengadilan, wali, pengampu dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya serta menjadi pengusaha. Mengingat tidak seorang hakimpun dapat bertindak menjadi hakim yang baik dan adil dalam perkara sendiri ( Nemo judex idoncus in propria causa ), maka terhadap seorang hakim dapat diajukan “hak ingkar”.

7.        Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah
Asas sederhana, cepat, adil, mudah dan murah, merupakan asas umum yang ditemukan dalam lingkungan badan peradilan Indonesia, sebab asas ini telah memperoleh jaminannya dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970.karena itu asas ini juga dinormativikasikan dalam penjelasan umum UU Nomor 5 Tahun 1986 berbunyi :
…….. selain itu pekerjaan dan kewajiban hakim secara langsung dapat diawasi sehingga pelaksanaan peradilan yang sederhana, cepat, adil dan biaya ringan akan lebih terjamin …….

Asas sederhana, cepat dan mudah maksudnya ialah prosedur beracara dirumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti serta tidak berbelit-belit. Biaya murah maksudnya ialah biaya ringan yang mampu ditanggung oleh pencari keadilan terutama bagi penggugat. Namun, bilamana penggugat tidak mampu membayar biaya sengketa, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengketa dengan biaya Cuma-Cuma.

8.        Asas Kesatuan Beracara
Hukum Acara (formal) merupakan cara untuk menegakkan hukum materil yang mengambarkan proses atau prosedur yang harus ditempuh dalam proses pengadilan administrasi. Untuk itu harus terdapat kesatuan atau keseragaman beracara bagi peradilan administrasi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Ketiadaan kesatuan beracara dapat berakibat goyahnya sendi-sendi kepastian hukum dan merugikan warga masyarakat pencari keadilan, selain itu dapat pula menimbulkan kesulitan bagi penegakkan hukum administrasi untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
  
9.        Asas Keterbukaan Persidangan
Asas keterbukaan sebagai salah satu asas dalam proses persidangan, merupakan asas umum yang ditemukan hampir dalam setiap hukum acara, tidak terkecuali dalam hukum acara peradilan administrasi. Maksud asas ini adalah untuk menjaga agar proses pemeriksaan berjalan dengan terbuka atau fair, sehingga peradilan akan berjalan dengan objektif dan memperoleh pengawasan secara terbuka dari umum, lebih-lebih bagi suatu Negara demokrasi.

10.    Asas Musyawarah dan Perdamaian
Prinsip musyawarah merupakan salah satu prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat dan dalam kehidupan bernegara bangsa Indonesia.

Dalam melaksanakan musyawarah harus dilandasi oleh jiwa persaudaraan sesuai dengan prinsip Negara hukum Indonesia, dengan tidak mengutamakan siapa yang menang dan kalah. Dalam musyawarah yang diutamakan adalah hal-hal yang ma’ruf atau kebaikan atau amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula dengan prinsip perdamaian.

Asas musyawarah dan perdamaian juga tercermin dalam hukum acara peradilan administrasi, misalnya dalam Rapat Permusyawaratan dan dalam mekanisme pengambilan putusan oleh hakim.

Dalam hukum acara peradilan administrasi kemungkinan melakukan perdamaian juga diberikan kepada penggugat dan tergugat, yang pelaksanaannya dilakukan di luar persidangan. Konsekuensi dari perdamaian itu penggugat akan mencabut gugatannya dan apabila pencabutan gugatan dikabulkan, maka hakim (Ketua Majelis) memerintahkan agar Panitera mencoret gugatan dari register perkara. Perintah pencoretan harus diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum.
  
11.    Asas Hakim Aktif
Asas hakim aktif berkaitan dengan asas pembuktian bebas. Berperannya hakim aktif dalam proses peradilan administrasi menjadikan peranannya berbeda dengan hakim pada peradilan perdata. Diberikannya peranan aktif kepada hakim karena hakim diserahi tugas dan tanggung jawab yang lebih berat, yakni menemukan kebenaran materil terhadap sengketa yang diperiksanya. Karena itu dalam menemukan kebenaran materil hakim menggunakan asas pembuktian bebas. Akibat dari itu hakim dapat melakukan ultra petita dan bahkan dapat mengarah pada reformation in preies.

12.    Asas Pembuktian Bebas
Diberikannya peluang hakim administrasi menerapkan asas pembuktian bebas, hanyalah merupakan konsekwensi logis dari tugas hakim menemukan kebenaran materil dan pemberian peran aktif hakim administrasi. Dengan diberikannya wewenang kepada hakim untuk menerapkan asas pembuktian bebas, maka hakim menjadi tiada lagi terikat terhadap alat bukti yang diajukan para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya kepada hakim.

13.    Asas Audi Et Alteram Partem
Pada umumnya asas audi et alteram partem terdapat hampir dalam setiap hukum acara. Asas audi et alteram partem tidak saja terdapat pada peradilan administrasi. Asas audi et alteram partem merupakan implementasi dari asas persamaan, dimana hakim tidak boleh membeda-bedakan antara penggugat dengan tergugat dan hakim harus bersifat adil terhadap kedua belah pihak.

Asas audi et alteram partem adalah asas yang mewajibkan hakim untuk mendengar kedua belah pihak secara bersama-sama. Hakim tidak boleh mendengar dan memberi kesempatan kedua belah pihak lainnya untuk mengemukakan pendapat atau keterangannya.
  
14.    Asas het Vermoden van Rechtmatigheid atau asas Presumtio justea Causa
Asas het Vermoden van Rechtmatigheid atau asas Presumtio justea Causa, adalah asas yang semula terdapat dalam Hukum Administrasi dan kemudian dimasukkan sebagai salah satu asas dalam peradilan administrasi. Asas het Vermoden van Rechtmatigheid adalah asas yang yang menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha Negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karena dapat dilaksanakan lebih duhulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.

Dalam penerapan asas ini undang-undang tetap memberi peluang kepada penggugat untuk memohon, agar keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dapat ditunda pelaksanaanya selama proses peeriksaan berjalan sampai dengan adanya putusan hakim. Permohonan tersebut dapat diajukan sekaligus bersamaan dengan diajukannya gugatan atau dapat pula diajukan secara terpisah, selambat-lambatnya pada waktu replik diajukan.

15.    Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Pemeriksaan Segi Doelmatigheid
Salah satu ciri peradilan administrasi murni dengan peradilan administrasi tidak murni atau upaya administrative adalah segi pemeriksaan yang dilakukan oleh peradilan administrasi murni, hanya terbatas pada segi  rechtmatigheid keputusan tata usaha Negara yang disengketakan. Artinya pengujian terhadap keputusan tata usaha Negara hanya. Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi kebijaksanaan ( doelmatigheid ) sutau keputusan yang disengketakan, meskipun hakim tidak sependapat dengan keputusan badan/pejabat tata usaha Negara yang disengketakan, sebatas keputusan yang disengketakan tidak merupakan keputusan yang bersifat melawan hukum ( onrechtmatig overheidsdaad ), menyalahgunakan wewenang ( detournament de pouvoir ), sewenang-wenang (willikeur), hakim harus menganggapnya sesuai dengan hukum atau setidak-tidaknya kebijaksanaan itu tidak bersifat melawan hukum.

Segi-segi hukum yang diperiksa oleh hakim mencakup unsur-unsur, “kewenangan” badan/pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dan “prisedur formal” pembentukan keputusan tata usaha Negara tersebut.

16.    Asas Pengujian Ex-tunc
Asas pengujian ex-tunc merupakan salah satu ciri (yang membedakan) pengadilan yang dilakukan peradilan administrasi ( murni ) dengan pengujian yang dilakukan peradilan adminitrasi tidak murni ( quasi semu ) atau upaya administrative.

Pengujian ex-tunc adalah pengujian yang dilakukan hakim peradilan administrasi hanya terbatas pada fakta-fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan tata usaha Negara yang disengketakan itu dikeluarkan, sedangkan “perubahan” fakta-fakta dan perubahan keadaan hukum tidak turut dipertimbangkan.

Oleh karena hakim peradilan administrasi melakukan pengujian bersifat ex-tunc, maka keputusan tata usaha Negara yang disengketakan akan berakibat “tidak sah” (nullity) sehingga konsekwensinya, keputusan yang dinyatakan tidak sah tersebut berlaku surut terhitung dari saat dikeluarkannya keputusan yang disengketakan.

17.    Asas Kompensasi atau Asas Ongelijkheids Compentatie
Asas kompensasi berhubungan dengan kewajiban tergugat untuk melaksanakan putusan pengadilan administrasi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, akan tetapi tergugat tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan putusan tersebut disebabkan telah  berubahnya keadaan sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas kompensasi berkaitan dengan Rehabilitasi yaitu pemulihan hak-hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya keputusan yang disengketakan.

Undang-undang nomor 5 Tahun 1986 kiranya lebih maju dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan sebelumnya, sebab dalam undang-undang ini Ketua Pengadilan Administrasi diberikan peran aktif untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusannya, terutama dalam hal rehabilitasi adalah instansi yang bersangkutan, sedangkan pengadilan hanyalah memberikan haknya untuk direhabilitasi.

18.    Asas Hak Uji Materiil
Hak Uji dalam arti sempit adalah pengujian yang dilakukan oleh badan peradilan terhadap suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang dikeluarkan oleh badan / pejabat administrasi Negara. Pengujian dapat dilakukan dari segi formal dan dari segi materiil. Pengujian dari segi formal (formele tortsingrecht) adalah pengujian dilakukan dari aspek pemebentukannya, apakah memiliki dasar kewenangan dan telah sesuai dengan tata cara pembentukannya atau aspek proseduralnya, sedangkan pengujian dari segi materiil ( material toetsingrecht ) adalah pengujian dilakukan terhadap isi, material atau substansialnya, apakah isinya bertentangan atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam melakukan pengujian terhadap segi materiil suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang merupakan produk dari badan / pejabat administrasi Negara, Majelis Hakim Peradilan Administrasi tingkat pertama dan tingkat banding yang memeriksa dan memutuskan gugatan mengenai Hak Uji Materiil, hanya dapat menyatakan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi, “tidak mempunyai akibat hukum dan tidak mengikat piha-pihak yang berperkara”, sedangkan yang menyatakan suatu peraturan perundang-undangan “tidak sah” karena bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah wewenang Mahkamah Agung.

19.    Asas Ultra Pelita
Asas Ultra Pelita merupakan konsekwensi dari peranan hakim aktif dalam peradilan dministrasi. Hakim melakukan ultra pelita maksudnya hakim dapat melakukan penyempurnaan terhadap objek sengketa dengan cara melengkapi objek sengketa yang diajukan para pihak. Resiko terjauh dari tindakan hakim melakukan ultra pelita, hakim dapat mengarah dan tergelincir melakukan tindakan reformation ini peies, dimana hakim akan membawa penggugat kepada suatu keadaan atau situasi yang justru merugikan kepentingan penggugat, dibandingkan dengan keadaan penggugat sebelum mengajukan gugatannya.

Meskipun hakim diberi wewenang untuk melakukan ultra pelita, namun penggunaannya harus diupayakan semaksimal mungkin, lebih-lebih penggunaan ultra pelita yang mengarah kepada reformation in peurs. Karena itu dalam penggunaan ultra pelia, hakim peradilan administrasi hanya terbatas memperbaiki fakta-fakta yang tidak didalihkan penggugat dan menambah yang tidak diminta penggugat.

20.    Asas Putusan Bersifat Erga Omnes
Karena sengketa administrasi merupakan sengketa yang terletak dalam lapangan hukum publik, maka putusan hakim peradilan administrasi akan menimbulkan konsekwensi mengikat umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan, yang mungkin timbul pada masa yang akan datang. Sebab apabila suatu peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung dinyatakan tidak sah karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, berarti peraturan perundang-undangan tersebut berakibat menjadi batal demi hukum dan tidak sah untuk mengikat setiap orang.

Salah satu segi positif erga omnes menurut Bagir Manan adalah adanya kepastian hukum mengenai kedudukan peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi yang dinyatakan tidak sah, sedangkan segi negatif berarti hakim tidak lagi semata-mata berfungsi menetapkan hukum ( fungsi peradilan ), tetapi telah berkembang hingga melakukan juga  fungsi membentuk hukum (fungsi perundang-undangan ).

B.     KEKHUSUSAN HUKUM ACARA PERADILAN ADMINISTRASI
Salah satu unsur Peradilan Administrasi adalah adanya Hukum Acara atau Hukum Formal. Unsur lainnya dari Peradilan Administrasi adalah :
a.         Adanya Hukum Administrasi
b.        Adanya sengketa hukum konkret karena dikeluarkannya ketetapan tertulis
c.         Minimal adanya dua belah pihak dan salah satu pihak harus administrasi Negara.

Hukum acara mempunyai arti penting untuk menegakkan Hukum Material melalui proses peradilan. Peradilan akan lumpuh tanpa hukum material sebab tidak tahu apa yang akan diwujudkannya, sebaliknya peradilan akan liar tanpa hukum acara, sebab tidak lagi memiliki batas-batas yang jelas dalam melaksanakan wewenangnya.

Hukum Acara Peradilan Administrasi telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1986, baik proses pemeriksaan tingkat pertama maupun proses pemeriksaan tingkat banding, namun Hukum Acara yang digunakan pada umumnya sama dengan hukum acara pada Peradilan Umum untuk Hukum Acara Perdata, dengan beberapa kekhususan atau pengecualian yang merupakan ciri khas, dari Hukum Acara Peradilan Administrasi yakni :

1.        Dikenalnya Tenggang Waktu Gugat
Tenggang waktu gugat ( beroepstermijn ) lazim juga disebut dengan istilah bezwaartermijn, verzoektermijn atau klaagternijn. Tenggang waktu gugat adalah batas waktu kesempatan yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum perdata, untuk memperjuangkan haknya dengan cara mengajukan gugatan melalui peradilan administrasi.

Tenggang waktu gugat menurut Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986 ditentukan 90 ( Sembilan puluh ) hari, terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan/pejabat tata usaha Negara.

2.        Peranan Hakim Aktif ( dominis litis )
Dalam proses persidangan pada peradilan administrasi, peranan hakim bersifat aktif ( nie lijdelijkheid van de rechter ). Hal ini berbeda dengan proses pemeriksaan dalam hukum acara perdata di mana peranan hakim bersifat pasif (lijdelijk).

3.        Dikenal Prosedur Penolakan ( dismissal procedure )
Prosedur penolakan merupakan suatu kekhususan dari Hukum Acara Peradilan Administrasi, karena prosedur seperti ini tidak dikenal dalam proses Hukum Acara Perdata. Dalam prosedur penolakan ini Ketua Pengadilan melakukan pemeriksaan dalam Rapat Permusyawaratan.

4.        Gugatan Tidak Menunda Pelaksanaan KTUN
Sesuai dengan asas praduga rechmatig dalam Hukum Administrasi yang dikenal sebagai asas het vernoeden van rechtmatigheid atau praesumtio iustae causa yang menyatakan bahwa setiap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara harus dianggap benar dan karenanya dapat dilaksanakan sampai ada pembatalannya oleh hakim.

5.        Tidak Mengenal Rekonvensi
Gugatan rekonvensi ialah gugatan balik yang dilakukan oleh pihak tergugat terhadap pihak penggugat atas gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat terhadap pihak tergugat, sehingga terjadi perubahan posisi antara penggugat dan tergugat.

C.      KEMUDAHAN DALAM PERADILAN ADMINISTRASI

D.    KOMPETENSI PERADILAN ADMINISTRASI

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan