HUKUM ACARA PERADILAN ADMINISTRASI
A.
ASAS-ASAS
PERADILAN ADMINISTRASI
Asas
dapat berarti dasar, Landasan, Fundamen, Prinsip, dan Jiwa atau Cita-cita. Asas
adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak
menyebut secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut
pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang
sesuatu.
Asas
Hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum yang terdiri dari
pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir
tentang hukum. Selain itu Asas Hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi
terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan suatu ratio legis dari suatu peraturan hukum, yang memuat nilai-nilai,
jiwa, cita-cita sosial atau pandangan etis yang ingin diwujudkan.
Menurut
Bellefrid
sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, Asas Hukum Umum
adalah norma yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum yang merupakan pengendapan
hukum positif dalam masyarakat.
Asas
hukum dapat pula dibagi atas asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum
umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti
asas lex posteriori derogate legi priori,
sedangkan asas hukum khusus adalah asas hukum yang hanya berlaku dalam bidang
hukum tertentu, seperti HTN, HAN, Hukum Acara Pidana, Perdata dan Hukum
Peradilan Administrasi.
Berkenan
dengan Asas-asas Peradilan Administrasi ( Murni
), Sjachran
Basah, menurunkan 6 ( enam )
Asas Hukum Acara Peradilan Administrasi Murni, yakni : Asas Kesatuan Beracara,
Mesyawarah, Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka, Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan, Sidang terbuka dan putusan mengandung keadilan. Sedangkan menurut Indroharto,
beberapa asas penting dalam Hukum Acara Peradilan Administrasi, antara lain : asas Inguisitoir dalam pemeriksaan,
kompensasi ( ongelijkheids compensatie
), kesatuan pemeriksaan (uniteids
beginselen), presuntio justea causa
atau vermoden van rechtmatigheit, pembuktian bebas-terikat ( berperktevrij bewijs beginsel ).
Asas
yang dirumuskan oleh Sjahran Basah dan Indroharto
tersebut diatas, selain terdapat persamaannya juga terdapat perbedaannya,
meskipun perbedaan itu hanya dalam penyebutan atau penggunaan istilah.
Perbedaan yang terdapat dalam kedua rumusan tersebut pada hakekatnya tidak
bersifat prinsip dan bahkan kedua rumusan itu saling melengkapi.
Setelah
ditambah dan dilengkapi serta disempurnakan akhirnya dapat dirumuskan asas-asas
peradilan administrasi sebagai berikut :
1.
Asas Negara Hukum Indonesia
Asas
Negara Hukum Indonesia merupakan salah satu asas terpenting dari Undang-undang
Dasar 1945. Karenanya menjadi salah satu asas penting pula dari Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi serta Peradilan Administrasi. Dalam konteks
pembangunan nasional umumnya dan pembangunan hukum nasional khususnya, asas
Negara hukum mutlak dijadikan sebagai salah satu asas pembangunan.
Asas
Negara Hukum Indonesia mempunyai korelasi erat dengan peradilan administrasi,
sebab salah satu unsur Negara Hukum Indonesia adalah peradilan administrasi,
sehingga baik secara teoritis maupun yuridis jaminan eksistensi peradilan
administrasi menemukan landasan, dasar atau fundamennya dalam konsep Negara
Hukum Indonesia.
Adanya
pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak warga selalu dikaitkan dengan
konsep Negara hukum. Salah satu sarana untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap hak-hak asasi manusia tersebut, adalah dengan melakukan pengawasan
atau kontrol judicial terhadap Pemerintah melalui peradilan administrasi. Bagi
Negara Hukum Indonesia, meskipun hak-hak tersebut selalu terkait dengan hak dan
kewajiban asasi warga masyarakat. Hak-hak perseorangan diletakkan dalam
keserasian, keseimbangan dan keselarasan dengan hak-hak masyarakat. Karena itu
tujuan peradilan administrasi tidak semata-mata memberikan perlindungan hukum
terhadap hak-hak perseorangan, tetapi sekaligus memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak
masyarakat, sehingga hak dan kewajiban tersebut diletakkan secara serasi,
seimbang dan selaras.
2.
Asas Demokrasi
Dalam
abad ke-20 gagasan demokrasi selalu dikaitkan dengan istilah konstitusi,
sehingga lahir istilah demokrasi konstitusionil. Gagasan dasar demokrasi
konstitusionil adalah terwujudnya cita-cita pemerintahan yang terbatas
kekuasaannya ( limited government ),
terdapatnya larangan pemerintahan bertindak sewenang-wenang ( abus de droit atau willikeur ),
terjaminnya hak-hak asasi manusia dan dihindari terpusatnya kekuasaan pada satu
tangan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang. Istilah
yuridis dari prinsip-prinsip ini lazim disebut Rechtsstaat atau rule of Law
atau di Indonesia disebut “ Negara Hukum Indonesia”.
Kehadiran
Peradilan Administrasi tujuannya adalah untuk melakukan kontrol atau pengawasan
juridis terhadap administrasi Negara dan sekaligus untuk memberikan
perlindungan hukum, baik bagi administrasi sendiri maupun bagi warga. Dengan
konsep Negara hukum modern hampir seluruh aspek kehidupan warga tidak ada yang
luput dari campur tangan pemerintah dan bersamaan dengan itu kepada pemerintah
diberikan pula Frees Emerssen.
Sesuai
dengan konsep istilah demokrasi yang menurut asal katanya berarti “rakyat berkuasa” atau govergmentn or rule by the people, maka lahirnya
suatu peradilan administrasi merupakan suatu hal yang semestinya. Kehadiran
peradilan administrasi akan memberi peluang besar bagi warga untuk menggugat
tidakan pemerintahannya, yang melakukan tindakan melawan hukum atau tindakan
menyalahgunakan wewenang atau tindakan sewenang-wenang, sehingga menimbulkan
kerugian bagi warganya.
3.
Asas Kekeluargaan
Kata
“keluarga” berasal dari kata kula = kawula yang berarti abdi, hamba
atau orang yang mengabdikan ( menghambakan
) diri, sedangkan “warga” = tuan atau orang yang memerintah.
Kekeluargaan artinya adanya tuan dan hamba sebagai dasar sosial.
Dalam
hubungan kekeluargaan terkandung suatu kesatuan sosial yang didasari oleh rasa
cinta, kasih, sayang, rasa seia-sekata dan simpati. Solidaritas melahirkan
sikap saling asah, asih, dan asuh serta kewajiban dan tanggung jawab
timbal-balik, akhirnya melahirkan masyarakat gotong-royong.
Tom
Gunadi, merumuskan asas kekeluargaan sebagai asas kesatuan
dan persatuan manusia sebagai persona individual dan makhluk sosial. Manusia
dengan individualitasnya harus berada di tengah masyarakat seperti halnya dalam
keluarga, yaitu tempat manusia memulai eksistensinya yang tumbuh dalam cinta
kasih menjadi dewasa dan kuat, bijaksana dan baik, saling menghargai diantara
manusia yang satu dengan yang lain sebagai sesama atau anggota sekawan bahkan
anggota sekeluarga.
Asas
kekeluargaan akan melahirkan kerukunan hubungan Pemerintah dengan warga
masyarakat. Inilah salah satu substansi konsep Negara Hukum Indonesia.
Karenanya peradilan administrasi harus pula didasari dan dirujuk kepada asas
kekeluargaan tersebut terutama dengan dimaksukkannya upaya administrative
sebagai bagian dari sistem peradilan administrasi Indonesia.
Upaya
administratif dan peradilan administrasi harus mampu berperan menjaga dan
mewujudkan keserasian, keseimbangan dan keselarasan hubungan antara Pemerintah
dengan warga masyarakat dalam kesatuan dan persatuan, sehingga terwujud
kerukunan yang ditopang semangat asas kekeluargaan dengan tetap berpedoman pada
asas musyawarah.
4.
Asas Serasi, Seimbang dan Selaras
Keserasian,
Keseimbangan dan Keselarasan dalam segala aspek serta dimensinya merupakan jiwa
dari Pancasila. Apabila jiwa Pancasila diformulasikan ke dalam cita-cita Negara
Hukum Indonesia, maka tujuan Negara Hukum Indonesia pada dasarnya adalah
mewujudkan tata kehidupan Negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan
tertib. Menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin
terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang dan selaras, antara aparatur di
bidang tata usaha Negara dengan warga masyarakat serta antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
Karena
asas serasi, seimbang dan selaras dijadikan atau dinormativisasikan sebagai
salah satu asas dalam konsiderans dan Penjelasan Umum Undang-Undang No. 5 Tahun
1986, maka tujuan peradilan administrasi tidak semata-mata memberikan
perlindungan hukum terhadap hak-hak perseorangan, melainkan sekaligus
melindungi dan meletakkannya secara serasi, seimbang dan selaras dengan hak-hak
masyarakat.
5.
Asas Persamaan Dihadapan Hukum
Asas
persamaan dihadapan hukum (the eguality
before the law) merupakan salah satu asas penting Negara hukum, meskipun
dalam penegakannya terdapat penonjolan yang berbeda antara Negara hukum (the rule of law) di Negara-negara anglo
saxon, dengan Negara hukum (rechtsstaat)
di Negara-negara Eropa continental.
Asas
persamaan dihadapan hukum melahirkan ketentuan, setiap tindakan yang
menimbulkan kerugian bagi orang lain, dapat dituntut pertanggungjawabannya
dihadapan pengadilan, tidak terkecuali tindakan yang menimbulkan kerugian itu
dilakukan oleh Pemerintah.
Secara
teoritis asas ini mempersoalkan dan sekaligus menjawab pertanyaan mengapa
Negara dapat digugat. Memang secara historis pada mulanya masih terdapat
pandangan bahwa Negara selaku gezagorganisatie
tidak dapat digugat di hadapan pengadilan. Latar belakang lahirnya pandangan
demikian ini karena Negara sebagai gezagorganisatie,
mempunyai kedudukan istimewa apabila dibandingkan dengan kedudukan warga.
Bahkan dalam batas-batas teritorialnya hanya Negara yang mempunyai kekuasaan
tertinggi dan tidak ada kekuasaan lain yang dapat mengenyampingkannya, tidak
terkecuali hukum.
Menurut
teori fiksi badan hukum adalah suatu fiksi yang sebenarnya tidak ada tetapi
dianggap sebagai yang ada. Untuk menerangkan hubungan hukumnya ia dianggap
mempunyai hak dan kewajiban, tetapi karena ia bersifat abstraksi maka hak dan
kewajibannya dilaksanakan oleh manusia sebagai wakilnya. Karena pemerintah
adalah merupakan badan hukum publik, maka hak dan kewajiban itu dilaksanakan
oleh badan atau pejabat tata usaha Negara, sedangkan menurut teori Organ badan
hukum bukan suatu yang bersifat abstrak, ia sama halnya seperti manusia
mempunyai alat-alat perlengkapan dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Sejalan
dengan itu dikenal pula adanya teori tentang Perwakilan dan teori tentang
Pertanggung-jawaban. Teori ini dikemukakan oleh Bohtlink dalam
disertainya yang berjudul “Het leerstuk
der verlegenwoordiging en zijn toepossing op ambtsdragers in Nederland en in
Indonesia”. Teori ini merupakan penjabaran dari teori tersebut atas dalam
hubungan dengan hikum publik mengambil kasus Nederland dan Indonesia.
Negara
merupakan suatu badan hukum publik kedudukannya sama dengan orang (person) sebagai subjek hukum. Karena
Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang sifatnya abstrak, maka untuk
mewujudkan kekuasaan Negara tersebut dilakukan personifikasi melalui pejabat.
Pejabat itu selalu bertindak mewakili dan atas nama pemerintah berdasarkan
wewenang yang ada padanya, seperti teori-teori tersebut di atas.
6.
Asas Peradilan Netral
Peradilan
administrasi netral ialah peradilan administrasi yang bebas dan merdeka. Sebab
suatu peradilan (administrasi) yang
netral hanya dapat diwujudkan apabila peradilan itu bebas dan merdeka. Secara
toritis peradilan administrasi merupakan salah satu unsur penting Negara hukum
dan merupakan sarana untuk menegakkan dan melindungi hak-hak azazi manusia
serta sebagai benteng terakhir dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Secara
yuridis jaminan eksistensi peradilan netral, bebas dan merdeka dipatrikan dalam
UUD 1945. Dalam Pasal 24 beserta penjelasannya UUD 1945, dinyatakan bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari
campur tangan pihak-pihak lain diluar kekuasaan kehakiman, termasuk dari campur
tangan pemerintah baik langsung maupun tidak langsung.
Untuk
menjamin agar asas netral dan objektif serta tidak memihak dapat dilaksanakan,
maka hakim tidak diperbolehkan merangkap sebagai pelaksana putusan pengadilan,
wali, pengampu dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
olehnya serta menjadi pengusaha. Mengingat tidak seorang hakimpun dapat
bertindak menjadi hakim yang baik dan adil dalam perkara sendiri ( Nemo judex idoncus in propria causa ),
maka terhadap seorang hakim dapat diajukan “hak
ingkar”.
7.
Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah
dan Murah
Asas
sederhana, cepat, adil, mudah dan murah, merupakan asas umum yang ditemukan
dalam lingkungan badan peradilan Indonesia, sebab asas ini telah memperoleh
jaminannya dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970.karena itu asas ini juga
dinormativikasikan dalam penjelasan umum UU Nomor 5 Tahun 1986 berbunyi :
“ …….. selain itu pekerjaan dan kewajiban hakim secara langsung dapat
diawasi sehingga pelaksanaan peradilan yang sederhana, cepat, adil dan biaya
ringan akan lebih terjamin ……. “
Asas
sederhana, cepat dan mudah maksudnya ialah prosedur beracara dirumuskan dengan
sederhana dan mudah dimengerti serta tidak berbelit-belit. Biaya murah
maksudnya ialah biaya ringan yang mampu ditanggung oleh pencari keadilan
terutama bagi penggugat. Namun, bilamana penggugat tidak mampu membayar biaya
sengketa, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk
bersengketa dengan biaya Cuma-Cuma.
8.
Asas Kesatuan Beracara
Hukum
Acara (formal) merupakan cara untuk
menegakkan hukum materil yang mengambarkan proses atau prosedur yang harus
ditempuh dalam proses pengadilan administrasi. Untuk itu harus terdapat
kesatuan atau keseragaman beracara bagi peradilan administrasi di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Ketiadaan kesatuan beracara dapat berakibat goyahnya
sendi-sendi kepastian hukum dan merugikan warga masyarakat pencari keadilan,
selain itu dapat pula menimbulkan kesulitan bagi penegakkan hukum administrasi
untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
9.
Asas Keterbukaan Persidangan
Asas
keterbukaan sebagai salah satu asas dalam proses persidangan, merupakan asas
umum yang ditemukan hampir dalam setiap hukum acara, tidak terkecuali dalam hukum
acara peradilan administrasi. Maksud asas ini adalah untuk menjaga agar proses
pemeriksaan berjalan dengan terbuka atau fair, sehingga peradilan akan berjalan
dengan objektif dan memperoleh pengawasan secara terbuka dari umum, lebih-lebih
bagi suatu Negara demokrasi.
10. Asas
Musyawarah dan Perdamaian
Prinsip
musyawarah merupakan salah satu prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat dan
dalam kehidupan bernegara bangsa Indonesia.
Dalam
melaksanakan musyawarah harus dilandasi oleh jiwa persaudaraan sesuai dengan
prinsip Negara hukum Indonesia, dengan tidak mengutamakan siapa yang menang dan
kalah. Dalam musyawarah yang diutamakan adalah hal-hal yang ma’ruf atau
kebaikan atau amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula dengan prinsip perdamaian.
Asas
musyawarah dan perdamaian juga tercermin dalam hukum acara peradilan
administrasi, misalnya dalam Rapat Permusyawaratan dan dalam mekanisme
pengambilan putusan oleh hakim.
Dalam
hukum acara peradilan administrasi kemungkinan melakukan perdamaian juga
diberikan kepada penggugat dan tergugat, yang pelaksanaannya dilakukan di luar
persidangan. Konsekuensi dari perdamaian itu penggugat akan mencabut gugatannya
dan apabila pencabutan gugatan dikabulkan, maka hakim (Ketua Majelis)
memerintahkan agar Panitera mencoret gugatan dari register perkara. Perintah
pencoretan harus diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum.
11. Asas
Hakim Aktif
Asas
hakim aktif berkaitan dengan asas pembuktian bebas. Berperannya hakim aktif
dalam proses peradilan administrasi menjadikan peranannya berbeda dengan hakim
pada peradilan perdata. Diberikannya peranan aktif kepada hakim karena hakim
diserahi tugas dan tanggung jawab yang lebih berat, yakni menemukan kebenaran
materil terhadap sengketa yang diperiksanya. Karena itu dalam menemukan
kebenaran materil hakim menggunakan asas pembuktian bebas. Akibat dari itu
hakim dapat melakukan ultra petita dan bahkan dapat mengarah pada reformation in preies.
12. Asas
Pembuktian Bebas
Diberikannya
peluang hakim administrasi menerapkan asas pembuktian bebas, hanyalah merupakan
konsekwensi logis dari tugas hakim menemukan kebenaran materil dan pemberian
peran aktif hakim administrasi. Dengan diberikannya wewenang kepada hakim untuk
menerapkan asas pembuktian bebas, maka hakim menjadi tiada lagi terikat
terhadap alat bukti yang diajukan para pihak dan penilaian pembuktian
diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
13. Asas
Audi Et Alteram Partem
Pada
umumnya asas audi et alteram partem
terdapat hampir dalam setiap hukum acara. Asas audi et alteram partem tidak
saja terdapat pada peradilan administrasi. Asas audi et alteram partem
merupakan implementasi dari asas persamaan, dimana hakim tidak boleh
membeda-bedakan antara penggugat dengan tergugat dan hakim harus bersifat adil
terhadap kedua belah pihak.
Asas
audi et alteram partem adalah asas yang mewajibkan hakim untuk mendengar kedua
belah pihak secara bersama-sama. Hakim tidak boleh mendengar dan memberi kesempatan
kedua belah pihak lainnya untuk mengemukakan pendapat atau keterangannya.
14. Asas
het Vermoden van Rechtmatigheid atau asas Presumtio justea Causa
Asas
het Vermoden van Rechtmatigheid atau asas
Presumtio justea Causa, adalah asas yang semula terdapat dalam Hukum
Administrasi dan kemudian dimasukkan sebagai salah satu asas dalam peradilan
administrasi. Asas het Vermoden van Rechtmatigheid adalah asas yang yang
menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha Negara yang
dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karena dapat dilaksanakan lebih
duhulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim
administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
Dalam
penerapan asas ini undang-undang tetap memberi peluang kepada penggugat untuk
memohon, agar keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dapat ditunda
pelaksanaanya selama proses peeriksaan berjalan sampai dengan adanya putusan
hakim. Permohonan tersebut dapat diajukan sekaligus bersamaan dengan
diajukannya gugatan atau dapat pula diajukan secara terpisah,
selambat-lambatnya pada waktu replik diajukan.
15. Asas
Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Pemeriksaan Segi Doelmatigheid
Salah
satu ciri peradilan administrasi murni dengan peradilan administrasi tidak
murni atau upaya administrative adalah segi pemeriksaan yang dilakukan oleh
peradilan administrasi murni, hanya terbatas pada segi rechtmatigheid keputusan tata usaha Negara
yang disengketakan. Artinya pengujian terhadap keputusan tata usaha Negara
hanya. Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi
kebijaksanaan ( doelmatigheid ) sutau
keputusan yang disengketakan, meskipun hakim tidak sependapat dengan keputusan
badan/pejabat tata usaha Negara yang disengketakan, sebatas keputusan yang
disengketakan tidak merupakan keputusan yang bersifat melawan hukum ( onrechtmatig overheidsdaad ),
menyalahgunakan wewenang ( detournament
de pouvoir ), sewenang-wenang (willikeur),
hakim harus menganggapnya sesuai dengan hukum atau setidak-tidaknya kebijaksanaan
itu tidak bersifat melawan hukum.
Segi-segi
hukum yang diperiksa oleh hakim mencakup unsur-unsur, “kewenangan” badan/pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dan “prisedur formal” pembentukan keputusan tata usaha Negara tersebut.
16. Asas
Pengujian Ex-tunc
Asas
pengujian ex-tunc merupakan salah satu ciri (yang membedakan) pengadilan yang
dilakukan peradilan administrasi ( murni ) dengan pengujian yang dilakukan
peradilan adminitrasi tidak murni ( quasi
semu ) atau upaya administrative.
Pengujian
ex-tunc adalah pengujian yang dilakukan hakim
peradilan administrasi hanya terbatas pada fakta-fakta atau keadaan hukum pada
saat keputusan tata usaha Negara yang disengketakan itu dikeluarkan, sedangkan
“perubahan” fakta-fakta dan perubahan
keadaan hukum tidak turut dipertimbangkan.
Oleh
karena hakim peradilan administrasi melakukan pengujian bersifat ex-tunc, maka
keputusan tata usaha Negara yang disengketakan akan berakibat “tidak sah” (nullity) sehingga konsekwensinya,
keputusan yang dinyatakan tidak sah tersebut berlaku surut terhitung dari saat
dikeluarkannya keputusan yang disengketakan.
17. Asas
Kompensasi atau Asas Ongelijkheids Compentatie
Asas
kompensasi berhubungan dengan kewajiban tergugat untuk melaksanakan putusan
pengadilan administrasi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, akan tetapi
tergugat tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan putusan tersebut
disebabkan telah berubahnya keadaan
sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas
kompensasi berkaitan dengan Rehabilitasi yaitu pemulihan hak-hak penggugat
dalam kemampuan kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri
seperti semula, sebelum adanya keputusan yang disengketakan.
Undang-undang
nomor 5 Tahun 1986 kiranya lebih maju dibandingkan dengan beberapa peraturan
perundang-undangan sebelumnya, sebab dalam undang-undang ini Ketua Pengadilan
Administrasi diberikan peran aktif untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan putusannya, terutama dalam hal rehabilitasi adalah instansi yang
bersangkutan, sedangkan pengadilan hanyalah memberikan haknya untuk
direhabilitasi.
18. Asas
Hak Uji Materiil
Hak
Uji dalam arti sempit adalah pengujian yang dilakukan oleh badan peradilan
terhadap suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang
dikeluarkan oleh badan / pejabat administrasi Negara. Pengujian dapat dilakukan
dari segi formal dan dari segi materiil. Pengujian dari segi formal (formele tortsingrecht) adalah pengujian
dilakukan dari aspek pemebentukannya, apakah memiliki dasar kewenangan dan
telah sesuai dengan tata cara pembentukannya atau aspek proseduralnya,
sedangkan pengujian dari segi materiil ( material
toetsingrecht ) adalah pengujian dilakukan terhadap isi, material atau
substansialnya, apakah isinya bertentangan atau tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam
melakukan pengujian terhadap segi materiil suatu peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang yang merupakan produk dari badan / pejabat administrasi
Negara, Majelis Hakim Peradilan Administrasi tingkat pertama dan tingkat
banding yang memeriksa dan memutuskan gugatan mengenai Hak Uji Materiil, hanya
dapat menyatakan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan perundang-undangan
yang lebih tinggi, “tidak mempunyai
akibat hukum dan tidak mengikat piha-pihak yang berperkara”, sedangkan yang
menyatakan suatu peraturan perundang-undangan “tidak sah” karena bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi adalah wewenang Mahkamah Agung.
19. Asas
Ultra Pelita
Asas
Ultra Pelita merupakan konsekwensi dari peranan hakim aktif dalam peradilan
dministrasi. Hakim melakukan ultra pelita maksudnya hakim dapat melakukan
penyempurnaan terhadap objek sengketa dengan cara melengkapi objek sengketa
yang diajukan para pihak. Resiko terjauh dari tindakan hakim melakukan ultra
pelita, hakim dapat mengarah dan tergelincir melakukan tindakan reformation ini peies, dimana hakim akan
membawa penggugat kepada suatu keadaan atau situasi yang justru merugikan
kepentingan penggugat, dibandingkan dengan keadaan penggugat sebelum mengajukan
gugatannya.
Meskipun
hakim diberi wewenang untuk melakukan ultra pelita, namun penggunaannya harus
diupayakan semaksimal mungkin, lebih-lebih penggunaan ultra pelita yang
mengarah kepada reformation in peurs.
Karena itu dalam penggunaan ultra pelia, hakim peradilan administrasi hanya terbatas
memperbaiki fakta-fakta yang tidak didalihkan penggugat dan menambah yang tidak
diminta penggugat.
20. Asas
Putusan Bersifat Erga Omnes
Karena
sengketa administrasi merupakan sengketa yang terletak dalam lapangan hukum publik,
maka putusan hakim peradilan administrasi akan menimbulkan konsekwensi mengikat
umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan, yang mungkin
timbul pada masa yang akan datang. Sebab apabila suatu peraturan
perundang-undangan oleh Mahkamah Agung dinyatakan tidak sah karena bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, berarti peraturan
perundang-undangan tersebut berakibat menjadi batal demi hukum dan tidak sah
untuk mengikat setiap orang.
Salah
satu segi positif erga omnes menurut Bagir Manan adalah adanya kepastian hukum
mengenai kedudukan peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi
yang dinyatakan tidak sah, sedangkan segi negatif berarti hakim tidak lagi
semata-mata berfungsi menetapkan hukum ( fungsi
peradilan ), tetapi telah berkembang hingga melakukan juga fungsi membentuk hukum (fungsi perundang-undangan ).
B.
KEKHUSUSAN
HUKUM ACARA PERADILAN ADMINISTRASI
Salah
satu unsur Peradilan Administrasi adalah adanya Hukum Acara atau Hukum Formal. Unsur
lainnya dari Peradilan Administrasi adalah :
a.
Adanya Hukum Administrasi
b.
Adanya sengketa hukum konkret karena
dikeluarkannya ketetapan tertulis
c.
Minimal adanya dua belah pihak dan salah
satu pihak harus administrasi Negara.
Hukum
acara mempunyai arti penting untuk menegakkan Hukum Material melalui proses
peradilan. Peradilan akan lumpuh tanpa hukum material sebab tidak tahu apa yang
akan diwujudkannya, sebaliknya peradilan akan liar tanpa hukum acara, sebab
tidak lagi memiliki batas-batas yang jelas dalam melaksanakan wewenangnya.
Hukum
Acara Peradilan Administrasi telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1986, baik
proses pemeriksaan tingkat pertama maupun proses pemeriksaan tingkat banding,
namun Hukum Acara yang digunakan pada umumnya sama dengan hukum acara pada
Peradilan Umum untuk Hukum Acara Perdata, dengan beberapa kekhususan atau
pengecualian yang merupakan ciri khas, dari Hukum Acara Peradilan Administrasi
yakni :
1.
Dikenalnya Tenggang Waktu Gugat
Tenggang
waktu gugat ( beroepstermijn ) lazim juga disebut dengan istilah bezwaartermijn,
verzoektermijn atau klaagternijn. Tenggang waktu gugat adalah batas waktu
kesempatan yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum
perdata, untuk memperjuangkan haknya dengan cara mengajukan gugatan melalui
peradilan administrasi.
Tenggang
waktu gugat menurut Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986 ditentukan 90 ( Sembilan puluh ) hari, terhitung sejak
saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan/pejabat tata usaha Negara.
2.
Peranan Hakim Aktif ( dominis litis
)
Dalam
proses persidangan pada peradilan administrasi, peranan hakim bersifat aktif ( nie lijdelijkheid van de rechter ). Hal
ini berbeda dengan proses pemeriksaan dalam hukum acara perdata di mana peranan
hakim bersifat pasif (lijdelijk).
3.
Dikenal Prosedur Penolakan (
dismissal procedure )
Prosedur
penolakan merupakan suatu kekhususan dari Hukum Acara Peradilan Administrasi,
karena prosedur seperti ini tidak dikenal dalam proses Hukum Acara Perdata.
Dalam prosedur penolakan ini Ketua Pengadilan melakukan pemeriksaan dalam Rapat
Permusyawaratan.
4.
Gugatan Tidak Menunda Pelaksanaan
KTUN
Sesuai
dengan asas praduga rechmatig dalam Hukum Administrasi yang dikenal sebagai
asas het vernoeden van rechtmatigheid
atau praesumtio iustae causa yang
menyatakan bahwa setiap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara harus
dianggap benar dan karenanya dapat dilaksanakan sampai ada pembatalannya oleh
hakim.
5.
Tidak Mengenal Rekonvensi
Gugatan
rekonvensi ialah gugatan balik yang dilakukan oleh pihak tergugat terhadap
pihak penggugat atas gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat terhadap pihak
tergugat, sehingga terjadi perubahan posisi antara penggugat dan tergugat.
C.
KEMUDAHAN
DALAM PERADILAN ADMINISTRASI
D.
KOMPETENSI
PERADILAN ADMINISTRASI
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan