1. Teori Frieis Ermersen (kebebasan bertindak)
Dalam suatu Negara modern, maka
lapangan Administrasi Negara menjadi semakin luas, karena ikut campurnya
pemerintah dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka tugas Administrasi
Negara bertambah banyak karena harus melayani kebutuhan masyarakat yang banyak
dan beraneka ragam.
Tugas Administrasi Negara dalam
Negara kesejahteraan (Wel Fare Staat)
disebut oleh Dr. Lemaire dengan Bestuurzorg
yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum yang mempunyai tanda istimewa
yaitu Administrasi Negara diberikan kebebasan untuk bertindak cepat dan tepat
atas inisiatifnya untuk menyelesaikan kepentingan guna kesejahteraan masyarakat
atau, dalam melaksanakan Bestuurzorg
kepada Administrasi Negara diberikan Frieis
Ermersen.
# Bestuurzorg
→ Kesejahteraan
umum
Dalam hal demikian, Administrasi
Negaralah yang membuat peraturan penyelesaian yang diperlukan dengan memberikan
Frieis Emersen kepada Negara maka
sebagian kekuasaan yang dipegang oleh Legislatif dipindahkan ketangan
Pemerintah sebagai Lembaga Eksekutif.
Dasar hukum yang mengatur
pemberian fungsi tersebut ada di pasal 22 ayat5 1 UUD 1945.
Dalam hal ihwal kepentingan yang
memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UU.
Dalam Negara-negara modern
dikenal lembaga HTN yaitu Deligasi Perundang-undangan (Delegasi Van Wet ge Fing) dengan tujuan :
a.
Mengisi
kekosongan dalam UU.
b.
Mencegah
kemacetan dalam bidang pemerintahan.
c.
Administrasi
Negara dapat mecari kaedah-kaedah baru dalam lingkungan UU / sesuai dengan jiwa
UU.
Kedudukan hukum administrasi Negara
Asas-asas
Hukum Administrasi Negara
1.
Segi Frienis Emersen
Asas Frieis Emersen diberikan
kepada Pemerintah/Administrasi Negara/Pejabat Tata Usaha Negara mengikat fungsi
Pemerintah yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum yang berbeda dengan fungsi
kehakiman yaitu menyelesaikan sengketa antara Penduduk yang satu dengan yang
lain/Penduduk dengan Pemerintah.
Apabila kepentingan Pemerintah/Administrasi
Negara akan lebih mengutamakan pencapaian tujuan/sasarannya ( doel matigneid ) dan apabila kepentingan
Pemerintah/Administrasi Negara sesuai dengan hukum yang berlaku disebut Recht Matigheid.
2.
Penyelenggaraan Negara
Meskipun teori-teori trias
politika dari Montesqi tidak dapat dilaksanakan secara murni dinegara-negara di
dunia namun ajaran-ajaran tersebut telah sanggup merubah pikiran-pikiran para
ahli untuk menggali sisitim pemerintahan yang otoriter menjadi demokrasi
terdapat teori-teori tentang penyelenggaraan pemerintahan yang demokrasi yang
menyempurnakan trias politica.
a.
Prof.
Van Vollenhoven
Menemukakan
penyelenggaraan pemerintahan dapat dibagi menjadi 4 fungsi :
-
Fungsi
best tuur ( pemerintahan dalam arti
sempit )
-
Fungsi
Kepolisian yakni mencegah pelanggaran tertib hukum dalam masyrakat.
-
Fungsi
mengadili yaitu menyelesaikan sengketa-sengketa.
-
Fungsi
membuat peraturan-peraturan.
Wongso Negoro menyebutkan teori
dari Van Vollenhoven tersebut dengan teori Catur Praja dari Van Vollenhoven.
b.
Dr.
Lemaire
Mengemukakan
pembagian penyelenggaraan pemerintahan kedalam 5 fungsi :
-
Fungsi
best tuur zoang yakni melaksanakan kesejahteraan umum
-
Fungsi
best tuur yakni menjalankan Undang-undang
-
Fungsi
Kepolisian
-
Fungsi
mengadili
-
Fungsi
membuat Undang-undang
Prof. Joko Sugono menyebutnya
teori Panca Praja dari Dr. Lemaire.
c.
Doner
Mengemukakan
bahwa lebih bermanfaatlah kalau pandangan orang berpangkal kepada segala usaha
pemerintah dilakukan dalam 2 lapangan yang berbeda :
-
Lapangan
yang menentukan tujuan/tugas
-
Lapangan
yang merealisasikan tugas/tujuan yang telah ditentukan itu
Danureja dalam bukunya struktur
administrasi menyebutkan teori Doner tersebut dengan teori Dwi Praja dari
Doner.
Hukum
dapat dibagi kedalam Hukum Publik dan Hukum Privat.Yang termasuk ke dalam hukum
publik adalah Hukum Tata Negara dalam arti luas yang terdiri dari 2 bahagian
yaitu HTN dalam arti sempit disebut HTN dan HTUN dan Hukum Pidana.
Jadi
pada waktu itu Hukum Tata Uasaha Negara/Hukum Administrasi Negara merupakan
bahagian dari HTN dalam arti luas.
Sedangkan
hukum privat terdiri dari Hukum Perdata dan Hukum Dagang, setelah abad ke 19
terjadi perubahan sistematik dalam ilmu pengetahuan hukum khususnya dibidang hukum
publik tejadi perubahan sebagai berikut :
Hukum
Administrasi Negara yang semula menjadi bahagian dari Hukum Tata Negara berubah
menjadi ilmu pengetahuan hukum yang berdiri sendiri terlepas dari HTN sehingga hukum
publik itu kemudian terdiri dari bagian sebagai berikut :
-
Hukum
Tata Negara
-
Hukum
Administrasi Negara
-
Hukum
Pidana
Yang masing-masing merupakan ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri sedangkan hukum privat masih tetap terdiri
dari Hukum Perdata dan Hukum Dagang.
Hubungan
HTN dengan HAN
Untuk
mengetahui hubungan ini kita dapat mengetahuinya dari pendapat para ahli hukum
antara lain :
1.
Prins
Ia mengatakan bahwa HAN merupakan
tambahan dari HTN.
2.
Van
Vollenhoven
Badan-badan kenegaraan tanpa HTN
adalah lumpuh karena mereka tidak diberi kekuasaan atau kekuasaannya itu tidak
menentu dan badan kenegaraan tanpa HAN adalah bebas karena mereka dapat
menggunakan kekuasaannya itu sekehendak hatinya.
Pendapat Van Volenhoven ini
adalah pendapat hubungan badan kenegaraan dengan HTN dan badan-badan kenegaraan
dengan HAN, jadi badan-badan kenegaraan itu memperoleh kewenangannya dari HTN
dan badan-badan kenegaraan itu menggunakan kewenangan harus berdasarkan/sesuai
dengan HAN.
3.
Romen
HTN menyinggung dasar-dasar dari
pada Negara dan HAN adalah mengenai pelaksanaan teknis-teknisnya.
Pendapat Van Vollenhoven atau
maupun Romen adalah sama bahwa Hukum Administrasi Negara sejenis hukum yang
melaksanakan apa yang telah ditemukan HTN menjadi hubungan HAN merupakan
tambahan/perpanjangan dari HTN.
HAN
dengan Hukum Perdata
Menurut
Paul Scolten
Hukum
yang dapat dibedakan dari Hukum Perdata sebagai hukum yang bersifat sendiri
hanya hukum tentang organisasi masyarakat disebut Hukum Konstitusional, akan
tetapi sepanjang hukum publik tidak mengadakan aturan-aturan lain, maka
dimanapun Hukum Perdata itu berlaku sebagai hukum umum atau hukum rakyat.
Jadi
kesimpulan Scolten adalah HAN merupakan hukum khusus tentang organisasi Negara
dan Hukum Perdata sebagai hukum umum.
Ajaran
ini mengandung 2 azaz yaitu :
1.
Negara
dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum
perdata.
Seperti : Peraturan-peraturan dari hukum perjanjian yang terdapat dalam Buku ke III BW dimana
badan-badan hukum publik dapat menggunakan
bentuk-bentuk/lembaga-lembaga dari Hukum Perdata,
dimana HAN dapat mengambil kaedah-kaedah/bentuk- bentuk Hukum Perdata sebagai kaedah-kaedah HAN.
2. Azaz Legspisialis terogat
Leggeneralis yaitu hukum khusus mengenyampingkan hukum umum artinya apabila
suatu peristiwa hukum diatur oleh HAN maupun oleh Hukum Perdata maka peristiwa
itu diselesaikan berdasarkan HAN sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan
berdasarkan Hukum Perdata sebagai hukum umum.
HAN
dengan Hukum Pidana
Menurut
E. Utrecht Hukum Pidana member sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaedah hukum
privat maupun pelanggaran hukum publik yang telah ada.Contoh : pasal 63 Catatan
Sipil orang-orang Tionghoa yang menetap sebagai berikut :
“
Setelah dihadapkan Pegawai Catatan Cipil dinyatakan
keterangan para pihak yang disebut pasal 80 BW maka ia akan menyatakan atas
nama UU bahwa mereka terikat yang satu dengan yang lainnya karena perkawinan
dan membuat segera tentang itu suatu akta dalam daftar yang diperuntukan untuk
itu”.
Pasal
ini mewajibkan seseorang Pegawai Catatan Cipil, untuk dengan segera membuat
akta nikah dalam daftar perkawinan dan perceraian yang bersangkutan. Apabila
Pegawai Catatan Sipil tersebut lalai mencatat akta nikah ini maka ia dapat
dikenakan Hukum Pidana berdasarkan ( pasal 558 KUHP ).
Pelanggaran
pasal 68 Catatan Sipil orang-orang Tionghoa yang merupakan salah satu ketentuan
HAN, ancaman/sanksinya terdapat dalam Hukum Pidana ( pasal 558 KUHP )
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan