Sebagaimana telah diuraikan
dimuka hukum acara perdata diatur dalam HIR (untuk Jawa – Madura) dan Rbg (
untuk luar Jawa – Madura ).
Didalam title HIR atau title IV
Rbg. Diatur tentang pemeriksaan perkara perdata, yang meliputi :
·
Pemeriksaan
perkara persidangan - pasal 115 s/d 161 HIR/142 s/d 188 Rbg. ;
·
Bukti
– pasal 162 s/d 177 HIR/pasal288 s/d 314 Rbg. ;
·
Musyawarah
dan putusan Hakim – pasal 178 s/d 187 HIR/pasal 189 s/d 198. ;
·
Banding,
untuk luar Jawa – Madura – pasal 199 s/d 205 dan untuk Jawa dan Madura berlaku
UU No. 20 Tahun 1947 ;
·
Melaksanakan
putusan Hakim – pasal 199 s/d 244 HIR/pasal 206 s/d 258 Rbg. ;
·
Beberapa
hal mengadili perkara istimewa – pasal 225 s/d 236 HIR/pasal 259 s/d 272 Rbg ;
·
Tentang
izin untuk menggugat dengan Cuma-Cuma pasal 237 s/d 245 HIR./ pasal 237 s/d 281
Rbg ;
Diantara pasal-pasal tersebut ada
yang sudah tidak berlaku dan tidak sesuai dengan keadaan.
Seperti telah diuraikan dimuka
bahwa tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan
perlindungan hak yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah eigenrichting. Dari makna kalimat
tersebut dapat dipahami bahwa orang yang mengajukan tuntutan hak berarti memiliki
kepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, oleh karena itu ia mengajukan
tuntutan hak ke Pengadilan. Kiranya sudah selayaknya apabila diisyaratkan
adanya kepentingan untuk mengajukan tuntutan hak. Seseorang yang tidak
menderita kerugian mengajukan tuntutan hak, berarti ia tidak mempunyai
kepentingan, maka sudah sewajarnya apabila tuntutannya tidak diterima oleh
Pengadilan.
Bahwa suatu tuntutan hak harus
mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat utama untuk dapat
diterimanya tuntutan hak oleh Pengadilan untuk diperiksa. Akan tetapi tidak
berarti bahwa setiap tuntutan yang ada kepentingan hukumnya pasti dikabulkan
oleh Pengadilan, karena hal tersebut masih tergantung pada pembuktian. Baru
apabila tuntutan hak tersebut terbukti berdasarkan atas suatu hak pasti akan
dikabulkan.
Tuntutan hak yang didalam pasal
118 HIR atau pasal 142 Rbg disebut sebagai tuntutan perdata ( burgelijke vordering ) tidak lain adalah
tuntutan hak yang mengandung sengketa yang lazim disebut gugatan. Gugatan dapat
diajukan secara tertulis ( pasal 118 ayat 1 HIR. Atau pasal 142 ayat 1 Rbg ).
Apa saja yang harus dimuat dalam
surat gugatan :
HIR dan Rbg mengatur tentang
caranya mengajukan gugatan, tetapi tidak mengatur isi dari pada gugatan. Untuk
kepentingan tersebut biasanya diatasi oleh adanya pasal 119 HIR atau pasal 143
Rbg. Yang memberi wewenang kepada Ketua Pengadilan untuk memberi nasihat dan
bantuan kepada pihak penggugat dalam mengajukan gugatannya.
Persyaratan mengenai isi gugatan
dijumpai dalam pasal 8 Rv., yang mengharuskan pada pokoknya gugatan memuat :
1.
Identitas
para pihak ;
2.
Dalil-dalil
kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan
gugatan ( middelen van den eis ) atau
lebih dikenal dengan Fundamentum Petendi atau Posita.
3.
Tuntutan
( onderwerp van den eis met een
duidelijke en bapalde conclusive ) atau Petitum.
Fundamentum petendi atau dasar
tuntutan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang menguraikan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian yang menguraikan tentang hukum.
Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan tentang duduknya perkara-perkara,
sedangkan uraian tentang hukum ialah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum
yang menjadi dasar yuridis dari pada tuntutan.
Petitum atau tuntutan ialah apa
yang oleh penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh Hakim. Jadi
Petitum itu akan mendapatkan jawabannya didalam dictum amar putusan. Maka oleh
karena itu penggugat harus merumuskan
Petitum dengan jelas dan tegas. Pasal 94 Rv., menentukan bahwa apabila pasal 8
Rv tidak diikuti maka akibatnya gugatan batal ( bukan tidak diterima ). Akan tetapi Mahkamah Agung dalam putusannya
tanggal 16 Desember 1970 berpendapat bahwa tuntutan yang tidak jelas atau tidak
sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.
Bagaimana dengan apa yang
dimaksud dengan obscuur libel?
Artinya adalah “tulisan yang tidak terang” adapun yang
dimaksud dengan obscuur libel, adalah
gugatan yang berisi pernyataan yang bertentangan satu sama lain. Gugatan yang
mengandung obscuur libel akan berakibat tidak dapat diterimanya gugatan.
Didalam praktek menjadi kebiasaan
bahwa disamping Petitum atau tuntutan pokok, juga diajukan petitum
tambahan/pelengkap. Petitum/tuntutan tambahan itu antara lain :
a.
Tuntutan
agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara ( yang dimaksud dengan biaya
perkara ialah :
1.
Biaya
kantor kepaniteraan/griffierechten dan biaya materai.
2.
Biaya
saksi, ahli dan juru bahasa ( kalau ada ).
3.
Biaya
pemeriksaan setempat.
4.
Biaya
panggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita yang lain ( pasal 182
HIR/194 Rbg ).
b.
Tuntutan
agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu ( uitvoerbaar bij voorrad ), meskipun
putusan dilawan atau dimohonkan banding atau kasasi.
c.
Tuntutan
agar tergugat dihukum membayar bunga dengan catatan apabila tuntutan berupa
pembayaran uang.
d.
Tuntutan
agar tergugat dihukum membayar uang paksa dengan catatan tuntutan apabila bukan
suatu pembayaran uang.
e.
Gugatan
pokok perceraian sering disertai tuntutan menafkahi istrinya.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan