Thursday, December 8, 2016

CARA MENGAJUKAN TUNTUTAN HAK

0 komentar
Sebagaimana telah diuraikan dimuka hukum acara perdata diatur dalam HIR (untuk Jawa – Madura) dan Rbg ( untuk luar Jawa – Madura ).

Didalam title HIR atau title IV Rbg. Diatur tentang pemeriksaan perkara perdata, yang meliputi :
·      Pemeriksaan perkara persidangan - pasal 115 s/d 161 HIR/142 s/d 188 Rbg. ;
·      Bukti – pasal 162 s/d 177 HIR/pasal288 s/d 314 Rbg. ;
·      Musyawarah dan putusan Hakim – pasal 178 s/d 187 HIR/pasal 189 s/d 198. ;
·      Banding, untuk luar Jawa – Madura – pasal 199 s/d 205 dan untuk Jawa dan Madura berlaku UU No. 20 Tahun 1947 ;
·      Melaksanakan putusan Hakim – pasal 199 s/d 244 HIR/pasal 206 s/d 258 Rbg. ;
·      Beberapa hal mengadili perkara istimewa – pasal 225 s/d 236 HIR/pasal 259 s/d 272 Rbg ;
·      Tentang izin untuk menggugat dengan Cuma-Cuma pasal 237 s/d 245 HIR./ pasal 237 s/d 281 Rbg ;

Diantara pasal-pasal tersebut ada yang sudah tidak berlaku dan tidak sesuai dengan keadaan.

Seperti telah diuraikan dimuka bahwa tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan perlindungan hak yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah eigenrichting. Dari makna kalimat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang mengajukan tuntutan hak berarti memiliki kepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, oleh karena itu ia mengajukan tuntutan hak ke Pengadilan. Kiranya sudah selayaknya apabila diisyaratkan adanya kepentingan untuk mengajukan tuntutan hak. Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan tuntutan hak, berarti ia tidak mempunyai kepentingan, maka sudah sewajarnya apabila tuntutannya tidak diterima oleh Pengadilan.

Bahwa suatu tuntutan hak harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat utama untuk dapat diterimanya tuntutan hak oleh Pengadilan untuk diperiksa. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap tuntutan yang ada kepentingan hukumnya pasti dikabulkan oleh Pengadilan, karena hal tersebut masih tergantung pada pembuktian. Baru apabila tuntutan hak tersebut terbukti berdasarkan atas suatu hak pasti akan dikabulkan.

Tuntutan hak yang didalam pasal 118 HIR atau pasal 142 Rbg disebut sebagai tuntutan perdata ( burgelijke vordering ) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang lazim disebut gugatan. Gugatan dapat diajukan secara tertulis ( pasal 118 ayat 1 HIR. Atau pasal 142 ayat 1 Rbg ).

Apa saja yang harus dimuat dalam surat gugatan :
HIR dan Rbg mengatur tentang caranya mengajukan gugatan, tetapi tidak mengatur isi dari pada gugatan. Untuk kepentingan tersebut biasanya diatasi oleh adanya pasal 119 HIR atau pasal 143 Rbg. Yang memberi wewenang kepada Ketua Pengadilan untuk memberi nasihat dan bantuan kepada pihak penggugat dalam mengajukan gugatannya.

Persyaratan mengenai isi gugatan dijumpai dalam pasal 8 Rv., yang mengharuskan pada pokoknya gugatan memuat :
1.    Identitas para pihak ;
2.    Dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan gugatan ( middelen van den eis ) atau lebih dikenal dengan Fundamentum Petendi atau Posita.
3.    Tuntutan ( onderwerp van den eis met een duidelijke en bapalde conclusive ) atau Petitum.

Fundamentum petendi atau dasar tuntutan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian yang menguraikan tentang hukum. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan tentang duduknya perkara-perkara, sedangkan uraian tentang hukum ialah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari pada tuntutan.

Petitum atau tuntutan ialah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh Hakim. Jadi Petitum itu akan mendapatkan jawabannya didalam dictum amar putusan. Maka oleh karena itu penggugat  harus merumuskan Petitum dengan jelas dan tegas. Pasal 94 Rv., menentukan bahwa apabila pasal 8 Rv tidak diikuti maka akibatnya gugatan batal ( bukan tidak diterima ). Akan tetapi Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 16 Desember 1970 berpendapat bahwa tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.

Bagaimana dengan apa yang dimaksud dengan obscuur libel?
Artinya adalah “tulisan yang tidak terang” adapun yang dimaksud dengan obscuur libel, adalah gugatan yang berisi pernyataan yang bertentangan satu sama lain. Gugatan yang mengandung obscuur libel akan berakibat tidak dapat diterimanya gugatan.

Didalam praktek menjadi kebiasaan bahwa disamping Petitum atau tuntutan pokok, juga diajukan petitum tambahan/pelengkap. Petitum/tuntutan tambahan itu antara lain :
a.    Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara ( yang dimaksud dengan biaya perkara ialah :
1.      Biaya kantor kepaniteraan/griffierechten dan biaya materai.
2.      Biaya saksi, ahli dan juru bahasa ( kalau ada ).
3.      Biaya pemeriksaan setempat.
4.      Biaya panggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita yang lain ( pasal 182 HIR/194 Rbg ).

b.    Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu ( uitvoerbaar bij voorrad ), meskipun putusan dilawan atau dimohonkan banding atau kasasi.

c.    Tuntutan agar tergugat dihukum membayar bunga dengan catatan apabila tuntutan berupa pembayaran uang.

d.    Tuntutan agar tergugat dihukum membayar uang paksa dengan catatan tuntutan apabila bukan suatu pembayaran uang.


e.    Gugatan pokok perceraian sering disertai tuntutan menafkahi istrinya.

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan