ADOPSI
Memasukkan
seseorang dalam lingkungan keluarga serta memperlakukan dia serupa dengan
anggota keluarga sendiri, jadi sama/serupa dengan yang berhubungan darah.
Kedudukannya
dalam keluarga dari segi hak dan kewajiban tidak ada bedanya dengan keluarga
lain.
Dalam
adat, pengambilan anak tersebut, biasanya dilakukan upacara adat dan dibayar
sejumlah uang/benda berharga dan sejak saat itu anak tersebut masuk menjadi
anak dari orang yang mengangkatnya, serta anak tersebut, punya kedudukan
sebagai anak kandung dari orang tersebut.
Anak Angkat
Dalam
keluarga Jawa/Sunda kedudukan anak angkat berbeda dari kedudukan anak angkat
didaerah lain. Di Jawa pengangkatan anaktidak memutuskan pertalian darah,
keluarga antara anak yang diangkat dan orang tuanya sendiri.Dia hidup
ditengah-tengah keluarga orang tua angkatnya tidak berkedudukan sebagai anak
kandung.
Di
Jawa biasanya anak yang akan diangkat diambil dari lingkungan keluarganya dan
alasan untuk mengangkat anak adalah :
1.
Untuk
memperkuat petalian kekeluargaan dengan orang tuanya anak yang diangkat.
2.
Dilandasi
oleh rasa belas kasihan terhadap anak yang diangkat.
3.
Adanya
kepercayaan apabila kita mengangkat anak, yang kita tidak punya anak nanti akan
mendapat anak dari keturunan kita.
4.
Untuk
membantu dirumah.
Perceraian
Adalah suatu hal yang tidak
diinginkan tapi terjadi, dengan terjadinya perceraian maka hubungan
kekeluargaan yang selama ini baik menjadi rusak.
Alasan-alasan perceraian itu
antara lain :
1.
Tidak
memperoleh keturunan
2.
Salah
seorang melakukan perzinaan
3.
Suami
bertindak kasar pada istri
4.
Adanya
unsur ketidak senangan dari salah satu keluarga.
Pemeliharaan Anak
Di Minangkabau apabila terjadi
perceraian maka pemeliharaan anak diberikan kepada ibunya.
Sebaliknya didaerah patrilineal
pemeliharaan anak diserahkan kepada keluarga laki-laki/suami.
Harta Perkawinan
Hidup bersama yang ditimbulakan
oleh perkawinan membawa mereka kearah pencarian harta.Harta yang didapat selama
dalam perkawinan dinamakan harta perkawinan.
Harta yang timbul selama dalam
perkawinan dinamakan harta perkawinan. Kedalam harta perkawinan tidak dapat
dimasukkan harta pembawaan diwaktu perkawinan mungkin merupakan pemberian dari
pihak keluarga yang akan kawin tersebut.
Selama dalam perkawinan harta
dapat bertambah karena ada keluarga yang meninggal dan kita sebagai ahli
warisnya.Harta pusaka tetap menjadi harta pribadi dari istri/suami yang
mendapat warisan itu biarpun hasilnya sama-sama dinikmati.
Selain dari itu kemungkinan
masing-masing mempunyai pencarian, suami bekerja, istri mempunyai pekerjaan
yang hasilnya menjadi milik pribadi yang berusaha.Harta perkawinan adalah
seluruh harta yang diperoleh selama dalam perkawinan sebagai hasil usaha mereka
bersama.
Sekiranya terjadi perceraian
seluruh harta yang ada dikelompokkan menurut yang tersebut diatas agar dapat
ditentukan siapa yang berhak memiliki dan menguasainya.Harta pusaka tetap
menjadi harta pribadi bagi yang berhak dan tidak dibagi kalau ada perceraian.
Pembagian harta pusaka/perkawinan
:
a.
Harta
pusaka
b.
Harta
perkawinan
c.
Harta
pencarian
d.
Harta
bersama
Dengan kematianpun harta warisan
tidak bisa dibagi tapi dikembalikan kepada keluarga si mati.
Harta perkawinan tetap mejadi
kepunyaannya diwaktu perkawinan begitu juga pemberian dari keluarganya kecuali
benda-benda hadiah yang nilainya biasa saja dianggap sebagai pemberian untuk
kedua pengantin.
Tanah Pauseang, pemberian untuk anak perempuan
di Batak menjadi kepunyaan suami istri tapi dalam pemindahan hak tetap
mengadakan pemufakatan terlebih dahulu dengan keluarga istri tetap berhak untuk
memperhatikan penggunaan tanah itu dan akan diteruskan oleh keturunan suami
istri itu.
Harta pencarian, kekayaan yang
diperoleh sendiri oleh suami/istri dan menjadi milik mereka masing-masing yang
dapat mereka gunakan secara bebas. Sekiranya pemilik meninggal dunia, harta ini
menjadi warisan dan akan dibagi setelah utang dilunaskan. Harta pencarian ini
hasilnya dapat dinikmati bersama-sama.
Ex : pada masyarakat sunda yang
dikenal dengan sebutan “kawin hyalindung ka gelung” (berselindung dibalik konde) yaitu
seorang wanita kaya bersuami pria miskin.
Suami istri dapat menikmatinya
tapi pemiliknya tetap istri.
Hukum adat hakekatnya menghendaki
terpisahnya kekayaan suami dan istri tapi di berbagai daerah ada kemungkinan
sebagian kekayaan itu tercampur jadi kekayaan bersama.
Barang-barang semacam ini
dinamakan harta suarang (Minangkabau),
barang terpantangan (Kalimantan),
cap
kara (Sulsel, Minahasa, Makasar),
benda
gono gini (Jateng, Jatim), guna
kaya (Jabar).
Sepikul Segendong
Pembagian harta perkawinan oleh
karena terjadinya perceraian diberbagai daerah Hindia Belanda (Indonesia)
seolah-olah mengikuti peraturan dalam hukum islam, dikatakan seolah-olah karena
para sarjana (ahli hukum ) tidak sependapat tentang itu karena fakta dilapangan
memang tidak mengikuti peraturan dalam hukum islam khususnya yang beragama non
islam. Diantaranya adalah Lerhant yang mengungkapkan bahwa
anggapan pembagian harta warisan tersebut berasal dari hukum islam harus hal
ditolak karena ada daerah yang islam tidak berpengaruh pelaksanaan perkawinan
dengan istilah sapikul sagendong laki-laki nanggung anak ajuhun, sasuhun serambat
(suami 2x mendapat bagian istri ).
Harta dibagi 3, 2/3 untuk suami,
dan 1/3 untuk istri, suami mendapat sepikul sedang istri segendong, hasil karya
suami melebihi hasil kerja istri.
Ketentuan ini sudah mulai
ditinggalkan seperti kasus Bak Sodro Dias Saripah :
1.
Putusan
PN Bojonegoro (5 maret 1951)
Menurut
hukum adat di Jawa, istri bukanlah ahli waris dari mendiang suaminya istri
berhak atas 1/3 dari harta gono gini.
Menetapkan
bahwa barang-barang tersebut dalam surat gugatan menjadi harta gono gini
peninggalannya mendiang sudomo alias wagia yang belum dibagi oleh ahli waris
dan yang diperoleh dari perkawinan tergugat I (Bok Sodro alias Saripah)
Pengadilan
memutuskan bahwa dari barang-barang tersebut diatas 1/3 jatuh ke tergugat I
bagiannya sendiri di dalam harta gono gini.
2.
Keputusan
PT.Surabaya (27 Desember 1955 )
Meguatkan
putusan PN Bojonegoro yakni menetapkan bagian bagi tergugat I adalah 1/3
bagian.
3.
Putusan
MA (11 Februari 1959 )
Tidaklah
tepat pertimbangan yudex Facti (PN dan PT) bahwa seorang janda harus menerima
hanya 1/3 bagian dari harta gono gini, oleh kaena kalangan masyarakat di Jawa Tengah
sudah lama makin meresap perasaan yang dipandang adil berdasarkan sama-sama
ikut serta para wanita dalam perjuangan-perjuangan nasional bahwa seorang janda
wajar mendapat ½ bagian dari harta gono gini.
Hal
ini telah menjadi pertumbuahan hukum adat di Jawa Tengah
Harta Wariasan
Hukum warisan mempunyai hubungan
yang erat dengan susunan kekeluargaan serta benda yang akan diwariskan.
Pada masyarakat parental, semua
harta kepunyaan orang tua diwariskan kepada anak dengan bagian yang sama tanpa
ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan, begitu juga pembagian
anak sulung dengan anak bungsu sama jumlahnya.
Kesulitan tentang pembagian harta
warisan tidak akan timbul kalau sepasang suami istri yang salah seorang telah
meninggal itu punya keturunan, orang tua yang masih hidup menjaga dan menikmati
hasil harta warisan yang akan diteruskan oleh keturunan.
Persengketaan tentang pembagian
harta warisan akan muncul antara anak dengan ibu tirinya. Dalam hal ini
diperlukan memisahkan harta benda kedalam golongan tertentu.
Menurut putusan MA tadi, harta
pencarian bersama (gono gini)
sebagian diserahkan kepada yang masih hidup dan sisanya menjadi milik waris.
Menurut Suepomo tentang harta
yang ditinggalkan oleh si mati pembagiannya menurut suepomo adalah sebagai
berikut :
1.
Didalam
suatu harta peninggalan para waris tidak mendapat bagian-bagian yang ditentukan
menurut ilmu berhitung, meskipun pada dasarnya segala anak sama haknya atas
harta peninggalan orang tuanya.
2.
Menurut
BW bahwa Seorang waris tidak wajib untuk mempertahankan harta warisan itu apa
adanya (tidak dibagi dan setiap waris
berhak menuntut setiap waktu agar harta warisan itu dibagi).
3.
Apabila
orang yang meninggal itu memberikan sesuatau barang dari hartanya semasa
hidupnya kepada seorang /beberapa orang anaknya maka pemberian itu akan
dipehitungkan sewaktu harta warisan akan dibagi oleh para ahli waris.
4.
Hata
peninggalan tetap tidak dibagi-bagi selama masih perlu untuk penghidupannya (janda/anak-anaknya).
Menurut keputusan MA tanggal 24
Juni 1949, menurut hukum adat seorang janda yang memegang barang-barang yang
merupakan gono gini dari janda itu dengan almarhum suaminya tidak dapat
diganggu gugat tentang barang itu oleh ahli waris dari suaminya selama janda
itu masih hidup dan tidak kawin lagi.
Keputusan MA tanggal 29 Oktober
1958, hukum adat waris dalam hal seorang suami meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang janda tanpa anak sedangkan ada barang gono gini maka janda
itu berhak menguasai barang-barang itu seluruhnya tanpa perlu mempertibangkan
tentang cukup / tidaknya barang-barang itu untuk hidup si janda.
Pada masyarakat patrilineal
harta tetap berada dikalangan keluarga pihak laki-laki, anak laki-laki
yang dapat menjadi ahli waris. Anak perempuan dan janda tidak mendapat
pembagian dalam warisan supaya anak perempuan mendapat bagiannya maka diwaktu
ia dikawinkan diberi dia sebidang tanah sebagai harta bawaan/barang-barang lain
harta ini dinamakan Pauseang.
Setelah ia dikarunia anak oleh
Allah, oleh orang tua diserahkan lagi sebidang tanah pada anak perempuan itu.
Sekarang, telah terjadi perobahan dimana janda dan anak telah mendapat warisan.
Keputusan PT Medan 23 April 1957
tentang Hukum Adat Warisan di daerah Batak.menurut hukum disana, seorang janda
tidak dapat mewarisi tanah-tanah yang ditinggalkan suaminya tapi dapat menuntut
untuk tetap menikmati tanah-tanah tersebut selama harta itu diperlukan buat
penghidupannya yang melebihi keperluan hidupnya tidak dapat dituntut.
Putusan ini dikuatkan oleh MA 15
Oktober 1958.
Pada masyarakat matrilineal,
orang-oorang laki-laki tidak mendapat bagian didalam warisan, untuk
mengatasinya hal ini atas kesemufakatan pihak laki-laki, dapat diberikan sebidang
tanah padanya dalam waktu tak ditentukan.
Di Minangkabau, harta pusaka
dibagi atas 3 bagian :
1.
Harta
pusaka
a.
Harta
pusaka tinggi (tambilang basi )
Merupakan
harta pusaka keluarga yang turun temurun dari generasi ke generasi, berasal
dari nenek moyang.
Harta
ini tetap punya bersama dari keluarga, setiap anggota punya hak pakai.
b.
Harta
pusaka rendah (tambilang ameh)
Merupakan
harta pencarian satu generasi lebih dahulu dari ahli waris dan mejadi harta
keluarga.
2.
Harta
pencarian
Kekayaan
yang diperoleh karena usaha sendiri dan menjadi milik perseorangan, pemilik
bebas mempergunakannya, setelah ia meninggal menjadi harta pusaka rendah.
3.
Harta
suarang
Harta
pencarian bersama selama menjadi suami istri.
Jika
terjadi perceraian, dibagi 2 dan jika salah seorang meninggal, bagian si mati
diserahkan pada keluarga (dibagi menurut hukum islam ).
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan