Thursday, December 8, 2016

ADOPSI DAN HARTA WARISAN DALAM HUKUM ADAT

0 komentar
ADOPSI
 Memasukkan seseorang dalam lingkungan keluarga serta memperlakukan dia serupa dengan anggota keluarga sendiri, jadi sama/serupa dengan yang berhubungan darah.

Kedudukannya dalam keluarga dari segi hak dan kewajiban tidak ada bedanya dengan keluarga lain.

Dalam adat, pengambilan anak tersebut, biasanya dilakukan upacara adat dan dibayar sejumlah uang/benda berharga dan sejak saat itu anak tersebut masuk menjadi anak dari orang yang mengangkatnya, serta anak tersebut, punya kedudukan sebagai anak kandung dari orang tersebut.

Anak Angkat
Dalam keluarga Jawa/Sunda kedudukan anak angkat berbeda dari kedudukan anak angkat didaerah lain. Di Jawa pengangkatan anaktidak memutuskan pertalian darah, keluarga antara anak yang diangkat dan orang tuanya sendiri.Dia hidup ditengah-tengah keluarga orang tua angkatnya tidak berkedudukan sebagai anak kandung.

Di Jawa biasanya anak yang akan diangkat diambil dari lingkungan keluarganya dan alasan untuk mengangkat anak adalah :
1.    Untuk memperkuat petalian kekeluargaan dengan orang tuanya anak yang diangkat.
2.    Dilandasi oleh rasa belas kasihan terhadap anak yang diangkat.
3.    Adanya kepercayaan apabila kita mengangkat anak, yang kita tidak punya anak nanti akan mendapat anak dari keturunan kita.
4.    Untuk membantu dirumah.

Perceraian
Adalah suatu hal yang tidak diinginkan tapi terjadi, dengan terjadinya perceraian maka hubungan kekeluargaan yang selama ini baik menjadi rusak.

Alasan-alasan perceraian itu antara lain :
1.      Tidak memperoleh keturunan
2.      Salah seorang melakukan perzinaan
3.      Suami bertindak kasar pada istri
4.      Adanya unsur ketidak senangan dari salah satu keluarga.

Pemeliharaan Anak
Di Minangkabau apabila terjadi perceraian maka pemeliharaan anak diberikan kepada ibunya.

Sebaliknya didaerah patrilineal pemeliharaan anak diserahkan kepada keluarga laki-laki/suami.

Harta Perkawinan
Hidup bersama yang ditimbulakan oleh perkawinan membawa mereka kearah pencarian harta.Harta yang didapat selama dalam perkawinan dinamakan harta perkawinan.
Harta yang timbul selama dalam perkawinan dinamakan harta perkawinan. Kedalam harta perkawinan tidak dapat dimasukkan harta pembawaan diwaktu perkawinan mungkin merupakan pemberian dari pihak keluarga yang akan kawin tersebut.

Selama dalam perkawinan harta dapat bertambah karena ada keluarga yang meninggal dan kita sebagai ahli warisnya.Harta pusaka tetap menjadi harta pribadi dari istri/suami yang mendapat warisan itu biarpun hasilnya sama-sama dinikmati.

Selain dari itu kemungkinan masing-masing mempunyai pencarian, suami bekerja, istri mempunyai pekerjaan yang hasilnya menjadi milik pribadi yang berusaha.Harta perkawinan adalah seluruh harta yang diperoleh selama dalam perkawinan sebagai hasil usaha mereka bersama.

Sekiranya terjadi perceraian seluruh harta yang ada dikelompokkan menurut yang tersebut diatas agar dapat ditentukan siapa yang berhak memiliki dan menguasainya.Harta pusaka tetap menjadi harta pribadi bagi yang berhak dan tidak dibagi kalau ada perceraian.

Pembagian harta pusaka/perkawinan :
a.       Harta pusaka
b.      Harta perkawinan
c.       Harta pencarian
d.      Harta bersama

Dengan kematianpun harta warisan tidak bisa dibagi tapi dikembalikan kepada keluarga si mati.

Harta perkawinan tetap mejadi kepunyaannya diwaktu perkawinan begitu juga pemberian dari keluarganya kecuali benda-benda hadiah yang nilainya biasa saja dianggap sebagai pemberian untuk kedua pengantin.

Tanah Pauseang, pemberian untuk anak perempuan di Batak menjadi kepunyaan suami istri tapi dalam pemindahan hak tetap mengadakan pemufakatan terlebih dahulu dengan keluarga istri tetap berhak untuk memperhatikan penggunaan tanah itu dan akan diteruskan oleh keturunan suami istri itu.

Harta pencarian, kekayaan yang diperoleh sendiri oleh suami/istri dan menjadi milik mereka masing-masing yang dapat mereka gunakan secara bebas. Sekiranya pemilik meninggal dunia, harta ini menjadi warisan dan akan dibagi setelah utang dilunaskan. Harta pencarian ini hasilnya dapat dinikmati bersama-sama.

Ex : pada masyarakat sunda yang dikenal dengan sebutan “kawin hyalindung ka gelung” (berselindung dibalik konde) yaitu seorang wanita kaya bersuami pria miskin.

Suami istri dapat menikmatinya tapi pemiliknya tetap istri.
Hukum adat hakekatnya menghendaki terpisahnya kekayaan suami dan istri tapi di berbagai daerah ada kemungkinan sebagian kekayaan itu tercampur jadi kekayaan bersama.
Barang-barang semacam ini dinamakan harta suarang (Minangkabau), barang terpantangan (Kalimantan), cap kara (Sulsel, Minahasa, Makasar), benda gono gini (Jateng, Jatim), guna kaya (Jabar).

Sepikul Segendong
Pembagian harta perkawinan oleh karena terjadinya perceraian diberbagai daerah Hindia Belanda (Indonesia) seolah-olah mengikuti peraturan dalam hukum islam, dikatakan seolah-olah karena para sarjana (ahli hukum ) tidak sependapat tentang itu karena fakta dilapangan memang tidak mengikuti peraturan dalam hukum islam khususnya yang beragama non islam. Diantaranya adalah Lerhant yang mengungkapkan bahwa anggapan pembagian harta warisan tersebut berasal dari hukum islam harus hal ditolak karena ada daerah yang islam tidak berpengaruh pelaksanaan perkawinan dengan istilah sapikul sagendong laki-laki nanggung anak ajuhun, sasuhun serambat (suami 2x mendapat bagian istri ).

Harta dibagi 3, 2/3 untuk suami, dan 1/3 untuk istri, suami mendapat sepikul sedang istri segendong, hasil karya suami melebihi hasil kerja istri.

Ketentuan ini sudah mulai ditinggalkan seperti kasus Bak Sodro Dias Saripah :
1.    Putusan PN Bojonegoro (5 maret 1951)
Menurut hukum adat di Jawa, istri bukanlah ahli waris dari mendiang suaminya istri berhak atas 1/3 dari harta gono gini.
Menetapkan bahwa barang-barang tersebut dalam surat gugatan menjadi harta gono gini peninggalannya mendiang sudomo alias wagia yang belum dibagi oleh ahli waris dan yang diperoleh dari perkawinan tergugat I (Bok Sodro alias Saripah)
Pengadilan memutuskan bahwa dari barang-barang tersebut diatas 1/3 jatuh ke tergugat I bagiannya sendiri di dalam harta gono gini.

2.    Keputusan PT.Surabaya (27 Desember 1955 )
Meguatkan putusan PN Bojonegoro yakni menetapkan bagian bagi tergugat I adalah 1/3 bagian.

3.    Putusan MA (11 Februari 1959 )
Tidaklah tepat pertimbangan yudex Facti (PN dan PT) bahwa seorang janda harus menerima hanya 1/3 bagian dari harta gono gini, oleh kaena kalangan masyarakat di Jawa Tengah sudah lama makin meresap perasaan yang dipandang adil berdasarkan sama-sama ikut serta para wanita dalam perjuangan-perjuangan nasional bahwa seorang janda wajar mendapat ½ bagian dari harta gono gini.
Hal ini telah menjadi pertumbuahan hukum adat di Jawa Tengah

Harta Wariasan
Hukum warisan mempunyai hubungan yang erat dengan susunan kekeluargaan serta benda yang akan diwariskan.

Pada masyarakat parental, semua harta kepunyaan orang tua diwariskan kepada anak dengan bagian yang sama tanpa ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan, begitu juga pembagian anak sulung dengan anak bungsu sama jumlahnya.
Kesulitan tentang pembagian harta warisan tidak akan timbul kalau sepasang suami istri yang salah seorang telah meninggal itu punya keturunan, orang tua yang masih hidup menjaga dan menikmati hasil harta warisan yang akan diteruskan oleh keturunan.

Persengketaan tentang pembagian harta warisan akan muncul antara anak dengan ibu tirinya. Dalam hal ini diperlukan memisahkan harta benda kedalam golongan tertentu.

Menurut putusan MA tadi, harta pencarian bersama (gono gini) sebagian diserahkan kepada yang masih hidup dan sisanya menjadi milik waris.

Menurut Suepomo tentang harta yang ditinggalkan oleh si mati pembagiannya menurut suepomo adalah sebagai berikut :
1.    Didalam suatu harta peninggalan para waris tidak mendapat bagian-bagian yang ditentukan menurut ilmu berhitung, meskipun pada dasarnya segala anak sama haknya atas harta peninggalan orang tuanya.
2.    Menurut BW bahwa Seorang waris tidak wajib untuk mempertahankan harta warisan itu apa adanya (tidak dibagi dan setiap waris berhak menuntut setiap waktu agar harta warisan itu dibagi).
3.    Apabila orang yang meninggal itu memberikan sesuatau barang dari hartanya semasa hidupnya kepada seorang /beberapa orang anaknya maka pemberian itu akan dipehitungkan sewaktu harta warisan akan dibagi oleh para ahli waris.
4.    Hata peninggalan tetap tidak dibagi-bagi selama masih perlu untuk penghidupannya (janda/anak-anaknya).

Menurut keputusan MA tanggal 24 Juni 1949, menurut hukum adat seorang janda yang memegang barang-barang yang merupakan gono gini dari janda itu dengan almarhum suaminya tidak dapat diganggu gugat tentang barang itu oleh ahli waris dari suaminya selama janda itu masih hidup dan tidak kawin lagi.

Keputusan MA tanggal 29 Oktober 1958, hukum adat waris dalam hal seorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan seorang janda tanpa anak sedangkan ada barang gono gini maka janda itu berhak menguasai barang-barang itu seluruhnya tanpa perlu mempertibangkan tentang cukup / tidaknya barang-barang itu untuk hidup si janda.

Pada masyarakat patrilineal harta tetap berada dikalangan keluarga pihak laki-laki, anak laki-laki yang dapat menjadi ahli waris. Anak perempuan dan janda tidak mendapat pembagian dalam warisan supaya anak perempuan mendapat bagiannya maka diwaktu ia dikawinkan diberi dia sebidang tanah sebagai harta bawaan/barang-barang lain harta ini dinamakan Pauseang.

Setelah ia dikarunia anak oleh Allah, oleh orang tua diserahkan lagi sebidang tanah pada anak perempuan itu. Sekarang, telah terjadi perobahan dimana janda dan anak telah mendapat warisan.

Keputusan PT Medan 23 April 1957 tentang Hukum Adat Warisan di daerah Batak.menurut hukum disana, seorang janda tidak dapat mewarisi tanah-tanah yang ditinggalkan suaminya tapi dapat menuntut untuk tetap menikmati tanah-tanah tersebut selama harta itu diperlukan buat penghidupannya yang melebihi keperluan hidupnya tidak dapat dituntut.
  
Putusan ini dikuatkan oleh MA 15 Oktober 1958.
Pada masyarakat matrilineal, orang-oorang laki-laki tidak mendapat bagian didalam warisan, untuk mengatasinya hal ini atas kesemufakatan pihak laki-laki, dapat diberikan sebidang tanah padanya dalam waktu tak ditentukan.

Di Minangkabau, harta pusaka dibagi atas 3 bagian :
1.    Harta pusaka
a.       Harta pusaka tinggi (tambilang basi )
Merupakan harta pusaka keluarga yang turun temurun dari generasi ke generasi, berasal dari nenek moyang.
Harta ini tetap punya bersama dari keluarga, setiap anggota punya hak pakai.
b.      Harta pusaka rendah (tambilang ameh)
Merupakan harta pencarian satu generasi lebih dahulu dari ahli waris dan mejadi harta keluarga.

2.    Harta pencarian
Kekayaan yang diperoleh karena usaha sendiri dan menjadi milik perseorangan, pemilik bebas mempergunakannya, setelah ia meninggal menjadi harta pusaka rendah.

3.    Harta suarang
Harta pencarian bersama selama menjadi suami istri.

Jika terjadi perceraian, dibagi 2 dan jika salah seorang meninggal, bagian si mati diserahkan pada keluarga (dibagi menurut hukum islam ).

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan