GUGAT BALIK / REKONVENSI
Gugat balik
atau gugat dalam rekonvensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan Pasal 132 (b) HIR.
Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat untuk
mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Yng disebut dengan gugat rekonvensi
adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat dalam
rekonvensi) yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam rekonvensi)
dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Penggugat rekonvensi dapat
juga menempuh jalan lain yakni dengan mengajukan gugatan baru dan tersendiri,
lepas dari gugat asal.
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban, baik itu
berupa jawaban lisanatau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan
selama belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belumsampai pada
pendengaran keterangan saksi. Sedang tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan
balasan atas gugatan penggugat adalah:
1.
Bertujuan
menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan.
2.
Mempermudah
prosedur.
3.
Menghindarkan
putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
4.
Menetralisir
tuntutan konvensi.
5.
Acara
pembuktian dapat disederhanakan.
6.
Menghemat
biaya.
Gugatan
rekonvensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan hukum
kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum perorangan atau berkaitan dengan
status seseorang.237 Sebagai contoh dalam praktek sidang peradilan agama, jika
suami selaku pemohon, kemudian pihak istri selaku termohon menuntut kepada
pihak suami sebagai pemohon asal perihal nafkah wajib, mut’ah, kiswah, mas
kawin dan pemeliharaan anak, Begitu juga bila istri mengajukan gugatan cerai
terhadap suaminya baik dengan jalan pelanggaran ta’lik talak (Sighot ta’lik
talak) maupun syiqoq, maka pihak suami sebagai tergugat mengajukan gugat balik
(rekonvensi) tentang harta bersama, pemeliharaan anal dan lain-lain.238
Beberapa syarat
gugat rekonvensi diajukan dimuka persidangan pengadilan agama, yakni :
1.
Gugatan
rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertamaoleh tergugat baik
tertulis maupun dengan lisan.239. namun menurut Wiryono Projodikoro,
gugatan rekonvensi masih dapat diajukan dalam acara jawab menjawabdan sebelum
acara pembuktian.
2.
Tidak
dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama tidak
diajukan.240.
3.
Penyusunan
gugatan rekonvensi sama dengan gugatan konvensi.
Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonvensi)
pada umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan
pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi
dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi.
Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam
setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi terhadap penggugat,
kecuali dalam tiga hal, yaitu: 241.
1.
Penggugat
dalam kualitas berbeda.
Rekonvensi tidak boleh diajukan
apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas (sebagai kuasa hukum),
sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat
(pribadi kuasa hukum tersebut).
2.
Pengadilan
yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi.
Gugatan rekonvensi tidak
diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang Pengadilan Agama,
seperti suami menceraikan istri, istri mengajukan rekonvensi , mau cerai dengan
syarat suami membayar hutangnya kepada orang tua istri tersebut. Masalah
sengketa hutang piutang bukan kewenangan pengadilan agama.
3.
Perkara
mengenai pelaksanaan putusan.
Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan
dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk
melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada
penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat
membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonvensi
seperti ini harus ditolak.
A.
Pencabutan dan Mengubah surat
Gugatan.
Perihal mengubah bias berarti menambah, mengurangi, bahkan
bias jadi berubah sikap untuk mencabut surat gugatan. Secara tegas tidak diatur
dalam HIR atau R.Bg, dengan demikian hakim ada keleluasaan untuk
menentukan sampai dimana penambahan atau pengurangan surat gugatan itu akan
akan diperbolehkan, dengan selalu memperhatikan kepentingan kedua belah pihak,
terutama kepentingan pihak tergugat sebagai pihak yang digugat, bagi tergugat
berhak membela diri, dengan harapan tidak dirugikan dengan adanya perubahan
atau penambahan dalam gugatan tersebut. Disamping itu perubahan atau penambahan
yang dilakukan penggugat tidak bertentangan dengan asas-asas hukum acara
perdata, disamping tidak mengubahatau menyimpang dari fakta materiil walaupun
tidak ada tuntutan subsider.
Perubahan gugatan tidak diperbolehkan apabila berdasar atas keadaan hukum yang
sama dimohon pelaksanaan suatu hak yang lain atau apabila penggugat
mengemukakan keadaan baru sehingga dengan demikian mohon putusan hakim tentang
suatu hubungan hukum antara kedua belah pihak yang lain dari pada yang semula
telah dikemukakan.
Contoh
perubahan gugatan, semula gugatan perceraian adalah karena perzinahan, kemudian
mohon diubah sehingga dasar gugatan perceraian menjadi keretakan rumah tangga
yang tidak dapat diperbaki (Onheel bare tweespact). Sebagai contoh penembahan
gugatan , dalam hal permohonan agar gugatan ditambah dengan petitum dimaksudkan
agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoer bij voorraad).
Perihal penembahan atau pengurangan atau perubahan gugatan
yang dimohon oleh pihak penggugatsetelah tergugat menyampaikan jawaban, hal itu
harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari tergugat, apabila pihak
tergugat menyatakan kewberatan, maka permohonan mengenai perubahan tau
penambahan atau pengurangan gugatan tersebut harus ditolak.
Sebagai contoh dalam permohonan cerai talak, bila pemohon
melakukan perubahan atau tidak jadimenjatuhkan talak, maka hal ini akan
menguntungkan bagi termohon untuk bersatu kembali, tetapi apabila termohon
ternyata menginginkan untuk dicerai, maka hal tersebut akan merugikan termohon,
sehingga termohon harus mengajukan gugatan sendiri. Artinya si istri harus
mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan.
Mengubah gugatan diperbolehkan sepanjang masih dalam tahap
pemeriksaan perkara, dengan catatan tidak sampai pada mengubah atau menambah
(“onderwerp van geschil”) petitum atau pokok tuntutan. Dalam arti lain
perubahan gugatan dapat dikabulkan asal tidak melampaui batas-batas materi
pokok pertama yang dapat dikabulkan kerugian pada hak-hak pembelaan tergugat.
Dan perubahan gugatan tidak dibenarkan apabila pemeriksaan perkara sudah hamper
selesai, pada saat mana dalil-dalil tangkisan sudah disampaikan.
Sehubungan dengan asas kedudukan majlis hakim memimpin
persidangan adalah aktif dan dibebani fungsi memberi bantuan dalam hal-hal yang
bertujuan memperlancar perkara dan tercapainya peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
Hakim secara bijaksana harus menawarkan bahkan menyarankan
kepada penggugat apabila terdapat hal-hal dalam suratgugatan untuk diubah,
ditambah atau dikurangi, apabila hal tersebut sangat diperlukan untuk
mempercepat penyelesaian perkara. Berkaitan dengan pencabutan gugatan atau
permohonan oleh penggugat adalah tidak diatur dalah HIR atau R.Bg, namun dalam
praktek gugatan dapat saja dicabut oleh penggugat secara sepihak dengan catatan
apabila perkara belum diperiksa, apabila perkara sudah diperiksa dan tergugat
sudah memberikan jawaban atas gugatan itu maka pencabutan perkara tersebut
haruys mendapat persetujuan dari pihak tergugat.
Apabila gugatan dicabut sebelum perkara diperiksa maka
dianggap seperti belum pernah diajukan. Akan tetapi bila gugatannya dicabut
setelah perkara sudah mulai diperiksa dan tergugat tidak menyetujui pencabutan
ini, maka hakim akan memberikan keputusannya terhadap perkara itu berupa
penetapan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan